Utusan Amerika Serikat menyampaikan pembicaraan untuk menyelesaikan perang sepanjang 15 bulan akan diluncurkan di Jenewa pada hari Rabu, bahkan andai tentara Sudan sepertinya tidak hadir.
Pembicaraan untuk menyelesaikan perang 15 bulan di Sudan antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan Pasukan Dukungan Cepat paramiliter (RSF) akan dilanjutkan di Jenewa minggu ini, tutur Utusan Khusus AS Tom Perriello, sementara waktu Perserikatan Bangsa-Bangsa memperingatkan tentang “titik kritis yang dahsyat” di Sudan.
Bulan lalu, Amerika Serikat mengundang pihak-pihak yang bertikai di Sudan untuk mengadakan pembicaraan gencatan senjata di Swiss, lebih dari setahun setelah pertempuran pecah antara tentara dan RSF.
Sementara waktu RSF telah menyetujui pembicaraan yang dimediasi Amerika Serikat, pemimpin militer Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan menyampaikan militer sepertinya tidak akan bergabung dalam pembicaraan tersebut.
“Kami sepertinya tidak akan mundur, kami sepertinya tidak akan menyerah dan kami sepertinya tidak akan berunding,” tutur al-Burhan kepada pasukan ketika itu.
Hiba Morgan dari Al Jazeera, melaporkan dari Khartoum pada hari Senin, menyampaikan pembicaraan akan berawal pada hari Rabu terlepas dari apakah tentara Sudan hadir atau sepertinya tidak.
“(Utusan khusus Amerika Serikat) menjelaskan dengan sangat jelas bahwa ini akan menjadi awal dari proses tersebut … bukan dimulainya perundingan gencatan senjata itu sendiri. Ia menyampaikan ada pilihan negara dan badan lain yang terlibat dalam proses upaya untuk menyatukan tentara Sudan dan RSF dalam perundingan di Jenewa guna menyelesaikan pertempuran,” tutur Morgan.
“Tentara Sudan telah menegaskan bahwa ada pilihan syarat yang harus segera dipenuhi dan pemerintah Sudan juga telah menegaskan hal itu. Mereka menyampaikan bahwa mereka menginginkan jaminan bahwa perjanjian Jeddah yang ditandatangani antara tentara Sudan dan RSF di Jeddah tahun lalu akan diadakan oleh RSF.
“Mereka menyampaikan bahwa mereka ingin perwakilan mereka di Jenewa adalah sebagai pemerintah dan bukan sebagai tentara Sudan dan hal itu tampaknya merupakan cara pemerintah meminta legitimasi.”
Pada hari Senin, Presiden Komite Palang Merah Internasional (ICRC) Mirjana Spoljaric Egger menyampaikan ia mengharapkan pembicaraan terjadwal minggu ini akan menghasilkan langkahnya kemanusiaan yang cast dan menghilangkan hambatan yang menghalangi gencatan senjata.
Ia menggambarkan situasi di Sudan sebagai “bencana kemanusiaan”.
“Kami sepertinya tidak terlibat dalam perundingan ini, namun saya mengharapkan mereka segera akan menemukan kesepakatan yang memungkinkan kami untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan, yang memungkinkan kami untuk mempunyai akses yang lebih luas ke populasi yang terkena mempunyai pengaruh pada, terutama di wilayah utara Darfur. Situasinya sangat memprihatinkan,” ujarnya dalam konferensi pers di kantor pusat ICRC di Jenewa.
Berbicara di sebuah acara yang menandai peringatan 75 tahun Konvensi Jenewa, ia menyerukan “langkahnya kemanusiaan yang sangat konkret yang akan membantu membangun kepercayaan, dan akan membantu menyingkirkan beberapa hambatan langsung terhadap kesepakatan gencatan senjata”.
'Titik puncak'
Sementara, badan migrasi PBB memperingatkan bahwa Sudan berada pada “titik kritis” yang dahsyat, dengan puluhan ribu kematian yang bisa dicegah muncul sebab berbagai krisis.
Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) menyampaikan kelaparan dan banjir menambah daftar tantangan yang dihadapi jutaan orang di negara yang dilanda perang itu, dalam perjalanan krisis pengungsian terbesar di dunia.
“Jangan keliru: kondisi ini akan terus berlanjut dan semakin buruk andai konflik dan pembatasan akses kemanusiaan terus berlanjut,” tutur Othman Belbeisi, direktur IOM untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, dalam sebuah pernyataan pada hari Senin.
“Tanpa respons world yang secepatnya, masif, dan terkoordinasi, kita berisiko menyaksikan puluhan ribu kematian yang bisa dicegah dalam beberapa bulan yang akan datang. Kita berada di titik kritis – titik kritis yang dahsyat dan dahsyat.”
Perang telah berkecamuk sejak April 2023 antara tentara Sudan di bawah pimpinan Abdel Fattah al-Burhan dan RSF, yang dipimpin oleh mantan wakilnya Mohamed Hamdan “Hemedti” Dagalo.
Konflik tersebut telah menewaskan puluhan ribu orang, menurut PBB.
IOM menyampaikan angka-angka baru memperlihatkan lebih dari 10,7 juta orang mengungsi di dalam negeri Sudan, dengan dalam jumlah besar yang mengungsi beberapa kali. Sementara, 2,3 juta orang telah melarikan diri melintasi perbatasan ke negara-negara tetangga.
Sumber: aljazeera.com