Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i. Itulah nama komplit dari Imam Al-Ghazali. Selain seorang sufi beliau memiliki latar belakang seorang filsuf juga. Namun, di sisa usianya beliau lebih condong kepada sisi sufinya dari pada sisi filsufnya. Beliau diyakini sebagai ustadz Mujaddid pada abad ke-5.

Karya beliau dalam jumlah besar sekali, tetapi nan paling terkenal adalah kitab Ihya’ Ulumuddin dan kitab Tahafut al-Falasifah. Beliau meninggal dunia di wilayah kelahirannya, ialah Thus pada tanggal 14 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriah. Dari karya-karya beliau, bermunculan corak pemikiran Islam nan sangat cemerlang. Itulah kenapa kemudian, Imam Al-Ghazali mendapat julukan ‘Hujjah al-Islam’.

Tulisan ini bakal memaparkan salah satu pemikiran cemerlang beliau tentang afinitas hati, ilmu, dan panca indera.

Pertama, hati. Dalam bahasa Arab, hati memiliki terjemahan al-Qolbu. Beliau menganalogikan bahwa hati seumpama sumur nan kosong alias sepertinya tidak ada airnya.

Kedua, ilmu. Beliau menganalogikan bahwa pengetahuan itu seumpama air. Dengan air ini nantinya bakal mengisi hati nan kosong itu.

Ketiga, panca indera. Dalam perihal ini beliau menganalogikan bahwa panca indera seumpama sungai. Dengan ujar lain media atas air itu.

Dari tiga afinitas di atas, Imam al-Ghazali memiliki tujuan unik yaitu, tentang gimana mengisi hati dengan pengetahuan alias mengisi sumur tadi nan kosong dengan air. Beliau meneruskan, setidak-tidaknya ada dua langkah untuk mengisi sumur tadi (hati) dengan air (ilmu). Saya rasa di sinilah letak kepintaran beliau dalam menggabungkan tiga afinitas di atas. Berikut penjelasannya.

Cara pertama, sumur itu dapat diisi dengan air melalui air nan ada di sungai. Dari sungai kita alirkan air menuju sumur kosong itu. Beliau menegaskan bahwa langkah pertama ini memiliki titik lemah. Di antaranya andai air sungai kering maka kemungkinan sumur tadi juga bakal ikut kering. Kemudian, kita tahu bahwa air sungai sangat rentan tercemar oleh limbah, sampah, dan lain-lain dengan begitu membikin air tersebut menjadi keruh.

Sama halnya dengan hati. Andai kita isi hati kita dengan pengetahuan melalui panca indera kita maka kualitas pengetahuan tersebut sepertinya tidak terlalu bagus. Namun, perihal ini sepertinya tidak menghilangkan kedudukan suatu pengetahuan nan memang mulia. Melalui panca indera nan beliau maksud adalah dengan langkah belajar, diskusi, mematuhi pengajian, dan lain sebagainya. 

Cara kedua, sumur itu dapat diisi dengan air melalui langkah penggalian sampai ke dasar sumber mata air, sepertinya tidak memakai media luar (seperti sungai). Dari mata air ini kemudian bakal mengeluarkan air dan mengisi sumur kosong itu. Beliau juga menegaskan bahwa langkah kedua ini dinilai sangat menyelesaikan kualitas air nan mengisi sumur itu. Bisa dipastikan andai sudah airnya berasal dari tanah hasil penggalian, bukan hasil dari sungai maka airnya bakal lebih jernih, lebih tahan lama (sulit untuk surut alias kering), lebih deras, dan lebih dalam jumlah besar. 

Sama halnya dengan hati. Andai kita isi hati kita dengan pengetahuan tanpa melalui panca indera, melainkan langsung berasal dari Allah SWT maka kualitas pengetahuan tersebut sangat bagus, lantaran berasal langsung dari sumber pengetahuan itu (Allah SWT). Dengan ujar lain pengetahuan laduni. Implementasi dari langkah kedua ini adalah dengan melakukan khalwat, meditasi, menyucikan hati, berdzikir, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa untuk memperoleh pengetahuan ada dua cara. Pertama, melalui panca indera, ialah belajar dan sebagainya. Kedua, dengan langkah merenung bakal kebesaran Allah, berdzikir, mendekatkan diri kepada-Nya dan lain-lain. Cara pertama disebut ta’allum (belajar) seperti para ulama, sedangkan kedua disebut ilham (pemberian langsung dari Allah) seperti para wali.

Penjelasan di atas dikutip dari karya Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, juz III, pada pembahasan Bayan al-Farqi Bayna al-Maqomayni bi Mitsaal Mahsusin.Demikian penjelasan tentang afinitas Imam Al-Ghazali perihal hati, ilmu, dan panca indera. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.




Sumber:
Source link

Artikel Referensi