Kita semua pernah mendengar orang berkata, “Saya sangat OCD dalam menjaga kebersihan kamar saya,” atau “Dia benar-benar OCD dalam mengawasi mejanya.” Tentu saja, siapa yang dapat melupakan Monica Geller (Buddies), yang sejak lama telah menjadi “representasi OCD yang sempurna”. Atau dalam hal ini, Sheldon Cooper (angkat tangan Anda andai Anda adalah penggemar The Large Bang Idea)!

Jim Parsons berperan sebagai Sheldon Copper (orang yang suka kebersihan) dalam Teori Large Bang.

Untuk waktu yang sangat lama, budaya pop dan percakapan sehari-hari telah mereduksi Obsessive-Compulsive Dysfunction (OCD) menjadi obsesi unik terhadap kebersihan atau kesempurnaan. Tetapi kenyataan hidup dengan OCD bukanlah sebuah lucunya – dan jauh lebih kompleks.

Apa nyatanya OCD itu?

Kita terus menerus menyebutkan istilah OCD (Obsessive-Compulsive Dysfunction) dengan tenang, walaupun ini adalah suatu kondisi kesehatan psychological yang ditandai dengan pikiran (obsesi) yang terus-menerus dan sepertinya tidak diinginkan serta perilaku atau tindakan psychological yang berulang (kompulsif) yang membuat seseorang merasa terdorong untuk melakukannya. Kompulsi ini sepertinya tidak dilakukan untuk kesenangan atau preferensi, namun untuk meredakan kecemasan yang intens yang disebabkan oleh obsesi tersebut.

Psikolog dan terapis yang berbasis di Delhi, Ekta Khurana menyampaikan, “OCD adalah masalah serius yang dihadapi dalam jumlah besar orang setiap hari. Ini bukan hanya tentang pikiran atau kebiasaan mengganggu yang kadang-kadang dijadikan bahan lelucon. Meski demikian mempunyai pikiran acak adalah hal yang wajar, andai pikiran tersebut terus-menerus, mengganggu, dan menimbulkan kecemasan, penting untuk menanggapinya dengan serius.”

Andaikan:

Obsesi: Takut menyakiti orang yang dicintai secara sepertinya tidak sengaja.

Paksaan: Mengulangi doa atau ritual tertentu untuk mencegah bahaya.

Meski demikian pembersihan secara kompulsif dapat menjadi salah satu gejala, itu hanyalah salah satu kemungkinan dalam spektrum yang luas.

Kesalahpahaman umum

Dr Rajiv Mehta, wakil ketua psikiatri di Rumah Sakit Sir Gangaram, menyampaikan, “Kesalahpahaman paling umum tentang OCD adalah bahwa OCD adalah kelemahan diri sendiri. Ini bukan suatu kelainan, namun orang tersebut sengaja melakukan hal tersebut secara berulang-ulang.”

“Kesalahpahaman lainnya adalah akibat seseorang sengaja melakukan sesuatu, dia dapat mengatur tindakannya sendiri,” tambahnya.

Selain itu, stereotip OCD adalah soal kebersihan. Tapi itu sepertinya tidak menyoroti perjuangan seseorang yang lain. Seseorang dengan OCD mungkin saja berulang kali memeriksa kunci, menghitung dengan pola tertentu, atau merasakan pikiran yang mengganggu dan menyusahkan.

Stereotip OCD adalah tentang kebersihan. (Foto: Instagram)

Anda mungkin saja yakin atau sepertinya tidak, namun OCD bisa berdampak buruk pada kehidupan sehari-hari seseorang. Orang dengan OCD parah mungkin saja menghabiskan waktu berjam-jam sehari terjebak dalam pikiran obsesif dan ritual kompulsif, mengganggu pekerjaan, hubungan, dan kesejahteraan secara keseluruhan.

Apa yang dapat menyebabkannya

Gangguan Obsesif-Kompulsif (OCD) adalah kondisi yang kompleks, dan penyebab pastinya belum sepenuhnya dimengerti, ujar Archana Singhal, pendiri Mindwell Suggest, Delhi.

Skala Obsesif-Kompulsif Yale-Brown (Y-BOCS) adalah alat klinis yang dalam jumlah besar digunakan untuk menilai tingkat keparahan Gangguan Obsesif-Kompulsif (OCD). Ini membantu mengukur intensitas obsesi (pikiran mengganggu) dan kompulsi (perilaku berulang atau tindakan psychological) pada individu yang didiagnosis dengan OCD, tambahnya.

Tetapi, beberapa faktor diyakini berkontribusi terhadap perkembangan OCD, termasuk pengaruh genetik, biologis, lingkungan, dan psikologis. Faktor-faktor ini mungkin saja bekerja sama untuk meningkatkan kemungkinan berkembangnya gangguan ini. Singhal menyatakan beberapa penyebab potensial utama:

Faktor genetik: Observasi memperlihatkan bahwa genetika bisa memainkan peran penting dalam perkembangan OCD. Mempunyai keluarganya dengan OCD meningkatkan risiko terkena gangguan tersebut, yang memperlihatkan adanya kecenderungan genetik. Observasi telah memperlihatkan bahwa OCD cenderung diturunkan dalam keluarga, memperlihatkan bahwa gen yang diturunkan bisa mempunyai pengaruh pada fungsi otak dengan begitu berkontribusi terhadap gangguan tersebut. Tetapi, penting untuk dicatat bahwa faktor genetik saja sepertinya tidak mungkin saja menjadi satu-satunya penyebab OCD.

Struktur dan fungsi otak: Terdapat bukti bahwa kelainan pada house otak tertentu bisa dikarenakan OCD. Secara khusus, disfungsi pada sirkuit yang melibatkan ganglia basal, korteks frontal, dan korteks cingulate telah terlibat. Wilayah otak ini terlibat dalam pemrosesan kecemasan, pengambilan keputusan, dan pengaturan perilaku. Pada individu dengan OCD, house otak ini mungkin saja menjadi terlalu aktif atau gagal berkomunikasi dengan baik, dengan begitu dikarenakan pikiran (obsesi) dan tindakan (kompulsif) yang berulang dan mengganggu, yang merupakan karakteristik dari gangguan tersebut.

Ketidakseimbangan kimia (neurotransmiter): Serotonin, neurotransmitter yang membantu mengawasi suasana hati, kecemasan, dan perilaku, diduga terlibat dalam OCD. Dipercaya bahwa korban OCD mungkin saja mempunyai ketidakseimbangan serotonin di otaknya, yang bisa dikarenakan pikiran mengganggu dan perilaku kompulsif yang merupakan inti dari gangguan tersebut. Hal ini dikarenakan penggunaan inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) dalam pengobatan OCD, yang bisa membantu menyeimbangkan kadar serotonin dan meringankan gejala bagi dalam jumlah besar orang.

Faktor lingkungan: Faktor stres lingkungan atau peristiwa traumatis bisa berperan dalam timbulnya atau eksaserbasi OCD. Andaikan:

  • {Peristiwa} hidup yang penuh tekanan seperti kematian orang yang dicintai, perceraian, pelecehan, atau perubahan hidup yang signifikan bisa memicu atau memperburuk gejala OCD pada berapa orang.
  • Trauma masa kecil atau pengalaman masa kanak-kanak yang buruk (seperti pelecehan fisik, emosional, atau seksual) juga bisa meningkatkan risiko terkena OCD di kemudian hari. Beberapa observasi memperlihatkan bahwa trauma bisa memicu gejala OCD pada individu yang mempunyai kecenderungan tersebut, terutama bila dikombinasikan dengan faktor lain seperti genetika.
  • {Peristiwa} kehidupan yang penuh stres bisa memicu atau memperburuk gejala OCD. (Foto: Hapus percikan)

Selain itu, infeksi telah diusulkan sebagai pemicu potensial OCD, khususnya pada anak-anak. Hal ini dikenal sebagai PANDAS (Gangguan Neuropsikiatri Autoimun Pediatrik Terkait dengan Infeksi Streptokokus), dimana infeksi strep bisa dikarenakan gejala OCD yang timbul secara tidak menduga, meski demikian teori ini masih kontroversial dan sepertinya tidak diterima secara common.

Faktor kognitif dan perilaku: Beberapa teori OCD membuat khusus pola kognitif dan perilaku. Fashion kognitif memperlihatkan bahwa korban OCD mungkin saja mempunyai bias kognitif tertentu, seperti:

Melebih-lebihkan ancaman: Mereka mungkin saja menganggap situasi customary sehari-hari sebagai sesuatu yang berbahaya atau perlu dikendalikan.

Rasa tanggung jawab yang meningkat: Orang dengan OCD mungkin saja yakin bahwa mereka bertanggung jawab untuk mencegah bahaya dan bahwa mereka harus segera melakukan perilaku tertentu (kompulsif) untuk mencegah bencana.

Intoleransi terhadap ketidakpastian: Orang dengan OCD terus menerus kali merasakan kesulitan dalam menoleransi ketidakpastian, dengan begitu membuat mereka melakukan ritual kompulsif untuk mengurangi kecemasan atau mencari tau kepastian.

Fashion perilaku membuat khusus gagasan bahwa OCD dipelajari melalui pengkondisian klasik, di mana tindakan tertentu diperkuat melalui pengulangan. Ketika seseorang merasakan kecemasan dan kemudian melakukan perilaku kompulsif (seperti mencuci tangan), perilaku tersebut mengurangi kecemasan tersebut untuk untuk saat ini, memperkuat siklus tersebut dan membuatnya lebih mungkin saja terjadi lagi di masa yang akan datang.

Apakah obatnya tersedia?

OCD adalah kondisi yang bisa dikelola, dan mencari tau dukungan profesional bisa meningkatkan pengendalian gejala, memungkinkan individu untuk menjalani kehidupan yang lebih memuaskan. Penatalaksanaan OCD yang efektif biasanya melibatkan perpaduan strategi pengobatan, termasuk terapi, pengobatan, dan penyesuaian pendekatan hidup.

Terapi: Terapi perilaku kognitif (CBT), khususnya pencegahan paparan dan respons (ERP), sangat efektif untuk mengobati OCD. ERP melibatkan pemaparan diri secara bertahap terhadap pikiran atau situasi yang ditakuti dan belajar menahan keinginan untuk melakukan perilaku kompulsif.

Praktik seperti meditasi kesadaran, yoga, dan latihan pernapasan dalam bisa membantu mengurangi stres dan kecemasan, dengan begitu bisa meringankan beberapa gejala OCD. (Foto: Hapus percikan)

Pengobatan: Beberapa inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) disetujui FDA dan biasanya diresepkan dengan dosis lebih tinggi untuk membantu meringankan kecemasan dan gejala OCD.

Perubahan pendekatan hidup: Olahraga teratur, tidur yang cukup, dan pola makan yang sehat bisa memberi dorongan untuk kesehatan psychological secara keseluruhan dan membantu mengelola gejala.

Teknik perhatian dan pengurangan stres: “Latihan seperti meditasi kesadaran, yoga, dan latihan pernapasan dalam bisa membantu mengurangi stres dan kecemasan, dengan begitu bisa meringankan beberapa gejala OCD,” ujar Archana Singhal.

Kelompok pendukung: Tetap berkorespondensi dengan orang lain yang menderita OCD bisa memberikan dukungan dan pemahaman yang berharga.

Stimulasi Magnetik Transkranial dan Stimulasi Otak Dalam merupakan pengobatan yang disetujui untuk pasien OCD dan belum memberikan respons terhadap pengobatan lain.

Piyali Maity, direktur klinis operasi konseling, 1to1help, menyimpulkan, “Penting untuk menciptakan lingkungan di mana individu dengan OCD merasa dimengerti, didukung, dan diberdayakan untuk dapat mencari bantuan dan hal itu bisa dicapai setelah terdapat kesadaran yang cukup. Penting juga untuk dapat menyadari dan memahami bagaimana kita memakai istilah OCD. Menyamakannya dengan sekedar bersikap 'rapi' atau 'perfeksionis' adalah suatu permasalahan. Ini adalah stereotip yang perlu dilawan dengan begitu penyalahgunaan istilah tersebut bisa dihindari.”

Diterbitkan Oleh:

Bisakah Bhowal

Diterbitkan pada:

21 Desember 2024

Sumber: indiatoday

Artikel Referensi