Jam malam diberlakukan dalam perjalanan pemadaman listrik yang dikarenakan negara berpenduduk 170 juta jiwa itu terputus dari dunia.
Bangladesh telah memperkenalkan pemberlakuan jam malam dan pengerahan pasukan militer setelah berhari-hari bentrokan sebab protes terhadap kuota pekerjaan pemerintah di seluruh negeri.
“Pemerintah telah membuat keputusan untuk memberlakukan jam malam dan mengerahkan militer untuk membantu otoritas sipil,” ujar sekretaris pers Perdana Menteri Sheikh Hasina, Nayeemul Islam Khan, kepada kantor berita AFP, seraya menambahkan bahwa jam malam akan secepatnya berlaku.
Polisi di ibu kota, Dhaka, sebelumnya melarang semua pertemuan publik pada hari itu – yang pertama sejak protes berawal – untuk mencegah lebih cukup banyak kekerasan.
Akan namun, hal itu sepertinya tidak menyelesaikan putaran konfrontasi lainnya antara polisi dan pengunjuk rasa di sekitar kota berpenduduk 20 juta orang itu meski demikian ada pemblokiran web yang bertujuan untuk menggagalkan pengorganisasian unjuk rasa.
Tanvir Chowdhury dari Al Jazeera, melaporkan dari Dhaka, menyampaikan pemberlakuan jam malam, yang berawal pada tengah malam (18:00 GMT pada hari Jumat) hanya akan menambah kebingungan masyarakat dan rasa keresahan di negara tersebut.
“Orang-orang sepertinya tidak dapat keluar sepanjang dua hari terakhir akibat penutupan. Sekarang ada jam malam, dan web telah ditutup sepenuhnya sejak sehari sebelum ini (Kamis) malam,” ujarnya.
Chowdhury menyampaikan pemerintah mengharapkan bisa menjauhkan “mahasiswa dan masyarakat umum dari jalan” dengan jam malam akibat mereka merasa kehilangan kendali atas protes tersebut.
Ia menambahkan bahwa para pengunjuk rasa tampaknya “sepertinya tidak berminat untuk berkompromi” sementara itu pemerintah “semakin kehilangan kendali atas situasi di jalan meski demikian telah memakai pasukan paramiliter dan polisi”.
Protes mahasiswa meletus setelah Pengadilan Tinggi pada tanggal 5 Juni memerintahkan pemulihan reservasi 30 persen pekerjaan pemerintah untuk anak-anak veteran yang berpartisipasi dalam gerakan pembebasan negara pada tahun 1971.
Konfrontasi kekerasan terjadi pada hari Senin setelah pengunjuk rasa mahasiswa diserang oleh aktivis Liga Chhatra Bangladesh, sayap mahasiswa partai Liga Awami Perdana Menteri Sheikh Hasina.
Pada hari Kamis, ribuan mahasiswa bentrok dengan polisi bersenjata di Dhaka. Sedikitnya 11 orang tewas, termasuk seorang sopir bus dan seorang mahasiswa, sumber kepolisian menyampaikan kepada Al Jazeera.
Sepertinya tidak jelas apakah ada penderita tewas dalam protes pada hari Jumat. Saluran Televisi Independen Bangladesh melaporkan 17 penderita tewas lagi pada hari Jumat. Somoy TV melaporkan bahwa 30 orang tewas. Al Jazeera belum bisa memverifikasi angka-angka ini secara independen.
Pemerintah telah menutup semua universitas negeri dan swasta serta mengirim pasukan keamanan ke kampus-kampus. Pemerintah menyatakan bersedia bertemu dengan para pemimpin mahasiswa.
Para demonstran menyampaikan mereka menginginkan pertanggungjawaban atas pembunuhan tersebut sebelum mereka membahas kemungkinan kompromi dengan pemerintah.
Sumber: aljazeera.com