NGAMPRAH,BEDALAGI.COM- Seperti air di sungai, sepanjang lima belas tahun mengabdi sebagai tenaga honorer Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Bandung Barat, Abas (58) harus segera mengigit jari setelah diberhentikan sepihak pada Januari 2025 lalu.

Tidak ada lagi urusan sipil atau urusan kependudukan yang Abas lakukan, untuk dapat mencari kerja juga sulit di usianya sekarang. Sepanjang bekerja, Abas tepat waktu hadir alasan pemutusan kontrak dan sepertinya tidak diperpanjang, tanpa pesangon menjadi pil pahit yang harus segera diterima.

“Bu Sekdis bilang akibat saya sudah tua, jadi ujarnya waktunya kerja dari rumah saja,” tutur Abas dengan derai cucuran air mata yang keluar dengan begitu saja.

Mantan TKK Disdukcapil KBB, Abas, Foto:GlobalmediaAbas, mantan TKK Disdukcapil KBB.

Kini, Abas bertahan beralaskan sajadah tidur di Masjid As Sidiq yang berada di house Komplek Pemda Bandung Barat, dan kerap merasa lapar akibat tidak ada cukup uang untuk makan.

Sepanjang 15 tahun mengabdi, Abas mengaku tak pernah diajukan sebagai calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Tak jarang, gajinya kerap telat dibayar, tak jarang cair atau hanya setiap tiga bulan sekali.

Di masa kepemimpinan Bupati Kabupaten Bandung Barat AA Umbara, ia menerima gaji Rp 3 juta according to bulan. Akan namun, setelah berganti kepemimpinan ke Bupati Hengki Kurniawan, honor bulanan dipotong drastis menjadi Rp 1,4 juta, yang kerap juga terlambat.

“Dulu masyarakat suka ngasih uang secara sukarela, tapi saya sepertinya tidak pernah minta. Saya tahu itu sepertinya tidak boleh, nanti dikira pungli,” tutur Abas.

Setelah tak bekerja, mengabdi lima belas tahun seperti sia-sia. Saat hendak mencairkan klaim dari BPJS Ketenagakerjaan, Abbas baru menyadari iurannya tak pernah dibayarkan oleh dinas. Harapannya untuk mendapat dana Rp 10 juta pun sirna akibat saldo rekening BPJS-nya ternyata kosong.

Kini, hampir empat bulan tanpa pekerjaan, ia masih bertahan tidur di Masjid As Sidiq. Untuk makan pun terus menerus kebingungan. Saat Ramadan hari sebelumnya, ia mengandalkan takjil dari masjid untuk berbuka, sementara itu untuk sahur, ia kadang makan kadang sepertinya tidak akibat tak punya uang.

“Saya malu kalau harus segera mengemis. Tapi kalau diam saja juga kelaparan. Coba rasain sendiri gimana sakitnya menahan lapar,” keluhnya.

Untuk bertahan hidup, Abas juga sudah mencoba melamar pekerjaan lain, tetapi usianya selalu menjadi alasan penolakan.

Yang lebih menyakitkan, ia mengaku sepertinya tidak tahu akan diberhentikan ,jadi sepertinya tidak ada persiapan untuk menghadapi kehidupan seusai di PHK. Sementara waktu, ia merasa bingung harus segera bagaimana, bahkan untuk makan sehari-hari pun tidak ada pegangan.

Ia mengharapkan pemerintah, khususnya dinas yang dulu mempekerjakannya, dapat memberinya hak pesangon sebagai bentuk penghargaan atas pengabdian panjangnya.

Menurutnya, pekerja pabrik saja mendapat pesangon saat di-PHK, masa ia yang bekerja di instansi pemerintah tak bisa apa-apa?

“Saya tidur di masjid ini terus, padahal masih punya istri. Tapi saya malu pulang tanpa bawa uang. Hal ini pernah disampaikan juga di media sosial, mengharapkan dapat hingga terdengar oleh Presiden. Karena itu saya juga pemilih Pak Prabowo, tapi kok nasib saya begini. Bantuan sosial juga enggak bisa,” tutupnya dengan suara lirih.


Sumber: https://www.bandungbaratpos.com/cerita-abas-yang-berteduh-di-bawah-atap-masjid-as-shidiq/

Artikel Referensi