Seperti kota-kota lain di Indonesia, Kota Makassar sebagai ibukota provinsi Sulawesi Selatan juga mempunyai berbagai kuliner khas. Sebut saja ulu juku, apang, jompo-jompo, barongko, pallumara, pallubasa, pisang epe, es pisang ijo, dan masih cukup banyak lagi. Selain itu, andai cukup banyak daerah di Nusantara yang mempunyai berbagai jenis soto yang dinamai sesuai nama daerah, seperti soto betawi, soto kudus, dan soto banyumas, maka orang Makassar, Sulawesi Selatan, punya yang namanya coto makassar.
Kuliner coto Makassar telah mengantarkan Indonesia sebagai Juara Pertama Competition Kuliner “Pesta Juadah 2011” yang diselenggarakan oleh Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) Malaysia. Kuliner lezat yang terbuat dari daging serta jeroan, seperti jantung, hati, limpa, dan babat ini, mampu menyisihkan 34 peserta kuliner lainnya dari berbagai negara di dunia seperti dilansir dari laman Fajar On-line.
Dikenal sebagai daerah dengan pelabuhan tersibuk di Nusantara sejak abad ke-14, Makassar menjadi pintu gerbang bangsa Spanyol dan Portugis untuk menyimpan rempah-rempah sebelum didistribusikan ke Eropa. Tak hanya pedagang-pedagang Spanyol dan Portugis, pedagang-pedagang dari India, Cina, dan Kamboja, juga menjadikan Makassar sebagai titik tolak perdagangan mereka. Dengan begitu sepertinya tidak mengherankan andai kemudian masakan Makassar cukup banyak dipengaruhi oleh budaya Cina, Arab, India, serta Timur Tengah.
Dikenal sebagai daerah dengan pelabuhan tersibuk di Nusantara sejak abad ke-14, Makassar menjadi pintu gerbang bangsa Spanyol dan Portugis untuk menyimpan rempah-rempah sebelum didistribusikan ke Eropa.
Pengaruh budaya Arab serta India dapat kita temukan pada masakan Makassar yang berkuah gurih hasil perpaduan santan dan susu. Sedangkan akulturasi dengan budaya Cina dapat kita nikmati pada berbagai sajian kue dan es. Penggunaan berbagai macam rempah seperti pala, merica, kayu manis, jintan, dan lain-lain, cukup banyak dipengaruhi oleh budaya Timur Tengah.
Dilansir dari laman resmi pemerintah daerah Sulawesi Selatan, coto Makassar diprediksi telah ada sejak zaman Kerajaan Gowa-Tallo yang berpusat di Somba Opu wilayah selatan Makassar pada 1538 Masehi. Kerajaan ini terdiri dari empat etnis di Sulawesi Selatan, yaitu Makassar, Toraja, Bugis, dan Mandar (sekarang menjadi provinsi Sulawesi Barat). Pada waktu itu, coto makassar telah menjadi hidangan di kalangan istana dan favorit keluarga Kerajaan Gowa. Diprediksi, coto makassar ini juga mendapat pengaruh dari kuliner Cina, yang jejaknya masih bisa ditemukan lewat penggunaan tauco dalam sambalnya.
Selain memakai rempah patang pulo (40 macam rempah) dari bumbu-bumbu Nusantara seperti kemiri, cengkeh, kacang, lengkuas, merica, ketumbar merah, jahe, dan lain-lain, keunikan coto makassar juga terletak pada proses peramuannya. Secara tradisi, coto makassar diramu dan diolah khusus di dalam kuali dari tanah liat yang disebut korong butta atau uring butta.
Keunikan coto makassar terletak pada proses pembuatannya yang memakai rempah patang pulo (40 macam rempah) dari bumbu-bumbu Nusantara.
Kuliner yang dibuat dari daging sapi serta jeroan ini mempunyai kandungan zat gizi makro yang bisa memenuhi 60%-70% AKG (Angka Kecukupan Gizi) dalam satu porsi saat dikonsumsi sebagai makanan selingan, seperti dilansir dari Kandungan Zat Gizi Makro dan Pengaruh Bumbu terhadap Angka Peroksida in step with Porsi Coto Makassar yang ditulis oleh Puji Utami, Nurul Dwi, dkk. Walau memakai daging dan jeroan seperti limpa, jantung, hati, dan babat, tapi kita sepertinya tidak perlu khawatir dengan kandungan kolesterolnya, akibat rasa dan aroma dari bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan coto makassar bisa berfungsi sebagai penawar zat-zat yang ada pada jeroan. Kemudian, untuk membuat tekstur daging menjadi lebih lembut dan nikmat, biasanya memakai pepaya muda.
Dalam mengonsumsi coto makassar ini, masyarakat mempunyai aturan khusus. Coto makassar sepertinya tidak dikonsumsi untuk sarapan, makan siang atau makan malam, tapi dikonsumsi sebagai makanan perantara, sekitar pukul 09.00 pagi sampai pukul 11.00 siang. Coto makassar juga disajikan dalam mangkuk kecil dan sendok bebek. Lezatnya coto makassar semakin lengkap andai dinikmati bersama dengan ketupat, buras atau burasa (sejenis ketupat tetapi dibungkus dengan daun pisang), serta sambal tauco.
Coto makassar sepertinya tidak dikonsumsi untuk sarapan, makan siang atau makan malam, tapi dikonsumsi sebagai makanan perantara, sekitar pukul 09.00 pagi sampai pukul 11.00 siang.
Penasaran dengan kelezatannya? Inilah resepnya!
Coto Makassar
Bahan:
- 400 gr daging sapi
- 400 gr jeroan sapi
- Air untuk merebus
- 1 sdt garam
- 6 sdm minyak goreng
- 4 batang serai bagian putih, memarkan
- 4 cm lengkuas, memarkan
- 2 cm jahe, memarkan
- 4 lembar daun salam
Bumbu, haluskan:
- 12 siung bawang putih
- 8 butir kemiri sangrai
- 2 sdm ketumbar sangrai
- ¾ sdt jintan sangrai
- 1½ sdt merica
- 50 gr kacang tanah sangrai
Sambal Taoco:
- 5 butir bawang merah
- 2 siung bawang putih
- 5 buah cabai merah keriting
- 5 sdm taoco
- 4 sdm minyak goreng
- 1 sdm gula pasir
Pelengkap:
- 2 sdm bawang goreng
- 2 sdm daun bawang iris
- 1 sdm seledri iris
- Jeruk nipis
- Buras, potong-potong
Cara membuat:
- Rebus daging dan jeroan secara terpisah dalam air secukupnya, bubuhkan garam. Setelah matang, ukur kaldu daging sebanyak 2 lt. Buang kaldu jeroan.
- Potong-potong daging dan jeroan bentuk dadu 1,5 cm, lalu masukkan ke dalam panci kaldu. Masak di atas api sedang.
- Panaskan minyak dalam wajan, tumis bumbu halus, masukkan serai, lengkuas, jahe, dan daun salam, aduk sampai berbau harum, angkat.
- Masukkan bumbu tumis ke dalam panci kaldu, didihkan, lalu kecilkan apinya. Teruskan memasak sampai bau langunya hilang dan cairannya tinggal ± 1.5 lt.
- Sambal taoco: Gerus bawang merah, bawang putih, dan cabai merah sampai halus, masukkan taoco, aduk. Panaskan minyak dalam wajan, tumis sambal sampai harum, tambahkan gula, aduk sampai matang, angkat.
- Penyajian: Taruh coto dalam mangkuk saji, tambahkan bahan pelengkap sesuai selera. Sajikan selagi panas bersama sambal taoco.
Sumber: indonesiakaya