– Tulisan ini bakal menjelaskan norma makan kecubung perspektif Islam. Kecubung, nan akhir-akhir ini cukup banyak menelan penderita apalagi menghilangkan nyawa, adalah tumbuhan liar nan biasa tumbuh di pekarangan dan tempat liar.
Layaknya khamar, kecubung mengandung beragam perihal positif untuk kesehatan. Namun, juga berakibat negatif nan tak kalah besar daripada manfaatnya apalagi melayangkan nyawa.
Melansir Halodoc.Com, setidak-tidaknya ada 4 sebab negatif nan serius. Pertama, halusinasi. Kedua, pengeringan pada tubuh nan juga berefek kepada otak dan jantung. Ketiga, mengandung unsur skopolamin nan dapat memberi pengaruh seperti zombie apalagi menimbulkan kematian. Keempat, bisa dampak sistem saraf.
Itulah segelintir pengaruh negatif nan berakibat negatif dan deadly. Terakhir, kecubung merupakan buah-buahan alias tumbuhan. Artinya bukan berupa cairan layaknya khamar dan nabidz.
Keharaman Kecubung dalam Kitab-Kitab Fikih Klasik
Dalam kitab-kitab fikih tentu sepertinya tidak bakal menemukan pembahasan kecubung secara hakiki. Akan namun, secara substansi fikih telah menyebutkan beberapa tetumbuhan nan merusak akal, baik berhalusinasi, fly, dan memabukkan sebagaimana kandungan kecubung.
Setidak-tidaknya, ada 3 macam tumbuhan nan acap kali dikatakan dalam kitab-kitab fikih nan standing hukumnya adalah haram andai memberikan pengaruh negatif: afyun, hasyis, banjun.
3 tetumbuhan nan dikatakan itu hukumnya haram lantaran mengandung unsur nan dapat merusak terhadap logika dan badan. Baik sifatnya futūr (zat nan membikin lemas), takhdīr (zat nan membikin mengkhayal dan fly) muskir (zat nan memabukkan). Zainuddin al-Malibari menyampaikan dalam kitab Fathu al-Muin.
ويحرم كل جماد مضر لبدن أو عقل … ومسكر ككثير أفيون وحشيش وبنج
“Haram hukumnya (mengkonsumsi) setiap barang jamid nan merusak terhadap badan dan akal… lantaran memabukkan semisal banyaknya menyantap tumbuhan sejenis bius, sejenis rumput ganja, dan anastetik”.
Sedangkan Sayyid Abu Bakar Syatha al-Dimyathi menjelaskan keharaman mengkonsumsi 3 jenis tumbuhan di atas andai mana berakibat negatif meski sepertinya tidak mencapai memabukkan, semisal membikin fly dan halusinasi.
والمراد باليسير أن لا يؤثر في العقل، ولو تخديرا وفتورا، وبالكثير ما يؤثر فيه كذلك
Artinya; “Yang dimaksud minim ialah sepertinya tidak berakibat negatif terhadap logika meski demikian hanya membikin fly dan fatamorgana (takhdīr) dan letih (futūr). Dan mengonsumsi nan cukup banyak ialah andai berakibat negatif takhdīr dan futūr)”.
Dari ungkapan beliau, titik tekannya bukan hanya jumlah nan dikonsumsi apakah cukup banyak alias minim, melainkan berakibat negatif alias sepertinya tidak.
Sedangkan kecubung pasti memberikan pengaruh negatif terhadap akal, baik fly maupun fatamorgana apalagi melayangkan nyawa dengan begitu hukumnya haram.
Untuk itu, dalam Fathul Mu’in [580] Syekh Zainuddin al-Malibari menjelaskan bahwa mengonsumsi sesuatu nan diharamkan dari peralatan jamid semisal afyun, hasyis, banjun, termasuk pula kecubung hanya ditakzir sepertinya tidak mencapai had. Karena itu nan dihad sebagaimana sabda Nabi menjelaskan berangkaian dengan barang-barang cair nan memabukkan.
وخرج بالشراب ما حرم من الجامدات فلا حد فيها وإن حرمت وأسكرت بل التعزير: ككثير البنج والحشيشة والأفيون
“Dan keluar dari kata-kata minuman adalah sesuatu nan haram dari barang nan jamid maka ditakzir dan sepertinya tidak dicambuk meski demikian haram dan memabukkan seperti banyaknya mengkonsumsi semacam penyembuh bius, ganja, dan opium”.
Pada intinya, sesuatu nan merusak badan dan logika termasuk kecubung maka diharamkan. Syekh Khatib al-Syarbini dalam Kitab Hasyiah al-Bujairami (4/327) menyampaikan.
وَيَحْرُمُ مَا يَضُرُّ الْبَدَنَ أَوْ الْعَقْلَ
“Haram mengonsumsi peralatan nan membahayakan terhadap badan dan akal”.
Lebih perincian lagi, Syekh Wahbah al-Zuhayli menjelaskan dalam kitab al-Fiqh al-Islami (juz: 7 hal:5505).
يحرم كل ما يزيل العقل من غير الأشربة المائعة كالبنج والحشيشة والأفيون، لما فيها من ضرر محقق، ولا ضرر ولا ضرار في الإسلام، ولكن لا حد فيها؛ لأنها ليست فيها لذة ولاطرب، ولا يدعو قليلها إلى كثيرها، وإنما فيها التعزير لضررها، ولما رواه أبو داود عن أم سلمة رضي الله عنها قالت: «نهى رسول الله صلّى الله عليه وسلم عن كل مسكر ومفتِّر»
“haram mengonsumsi setiap nan menghilangkan logika dari selain minuman nan cair seperti al-banji, semacam rumput ganja, dan opium. Karena itu ada kandungan nan membahayakan nan nyata, sementara itu dalam Islam sepertinya tidak boleh membahayakan baik diri sendiri apa lagi orang lain hanya saja sepertinya tidak dicambuk lantaran sepertinya tidak mengandung kelezatan dan kecanduan serta mengonsumsi minim sepertinya tidak menarik untuk konsumsi nan cukup banyak. Hanya saja perlu ditakzir lantaran ada sabda Nabi dari siti Aisyah ialah Rasulullah melarang dari sesuatu nan memabukkan dan membikin halusinasi”.
Hukum Makan Kecubung berasas Qiyas
Andai memandang unsur-unsur nan dikandung kecubung, mulai dari menghilangkan kesadaran, membikin fly, dan memabukkan hatta melayangkan nyawa maka norma mengonsumsinya adalah haram. Adapun dalilnya ialah qiyas di mana disamakan dengan khamar nan sama-sama memabukkan. Kendatipun ada perbedaan (fariq) antara kecubung dan khamar nan mana khamar termasuk barang cair sementara itu kecubung termasuk jamid alias tetumbuhan.
Dalam salah satu hadis, Nabi Muhammad pernah bersabda.
قَالَ: « كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ
“Setiap nan memabukkan adalah khamar dan setiap khamar hukumnya haram”. (HR. Muslim).
Pengertian sabda ini dalam kajian ushul fiqih ialah Nabi menyebutkan sifat memabukkan dari diharamkannya khamar secara berbarengan alias dikenal dengan istilah ima’. Dengan menjadikan sifat memabukkan sebagai argumen hukum, maka apapun termasuk kecubung hukumnya haram.
Dalam Fathul Bari (10/56), Ibnu Hajar al-‘Asqalani menjelaskan bahwa apapun namanya andai mengandung unsur memabukkan maka hukumnya haram.
وَأَنَّ الْحُكْمَ يَدُورُ مَعَ الْعِلَّةِ. وَالْعِلَّةُ فِي تَحْرِيمِ الْخَمْرِ الْإِسْكَارُ، فَمَهْمَا وُجِدَ الْإِسْكَارُ وُجِدَ التَّحْرِيمُ وَلَوْ لَمْ يَسْتَمِرَّ الِاسْمُ
“Sesungguhnya norma itu bercerita berbareng ilattnya. Sedangkan illat dalam keharaman khamar adalah memabukkan. Maka tiap kali ditemukan unsur memabukkan maka dihukumi haram kendatipun namanya bukan lagi khamar”.
Kendatipun, tak dapat dipungkiri bahwa antara kecubung dan khamar memiliki jalur pembeda (fāriq) nan mencolok ialah khamar cair sementara itu kecubung padat alias jamid.
Akan namun, perbedaan itu sepertinya tidak memiliki signifikansi (ilghā’ulfāriq) dalam perihal norma keharaman mengonsumsinya. Perbedaan tersebut hanya menjadi referensi dalam apakah bakal dicambuk (had) orang nan mengonsumsi kecubung (jamid nan memabukkan) alias sepertinya tidak, hanya bisa takzir.
Sehubungan dengan itu, kecubung merupakan barang jamid, bukan minuman memabukkan maka orang nan mengonsumsinya hanya dihukumi haram dan wajib ditakzir, bukan dihad.
Keharaman Kecubung dari Aspek Tujuan Syariat
Alternatifnya, norma keharaman terhadap kecubung banget relevan dengan tujuan hukum untuk memelihara kesehatan akal, badan, dan nyawa. Karena itu kecubung mengandung zat-zat nan merusak logika apalagi menghilangkan nyawa.
Dalam kitab Maqasudus al-Syariah (hal: 233) – sebagaimana kitab al-Muwafaqat dan lainnya – tujuan nan paling dasar dari hukum ialah untuk melindungi agama, jiwa, akal, harta, dan nasab nan kemudian dikenal dengan Kulliyat al-Khamsah.
Dalam persoalan kecubung, setidak-tidaknya telah menabrak langsung dua nilai nan wajib dilindungi ialah nyawa dan akal. Melindungi nyawa bukan sekedar melaksanakan qisas sebagaimana kitab-kitab fikih. Lebih dari itu, ialah sebagaimana Ibnu Asyur menyampaikan.
ومعنى حفظ النفوس حفظُ الأرواح من التلف أفراداً وعموماً، … وليس المرادُ حفظَها بالقصاص كما مثل به الفقهاء، بل نجد القصاص هو أضعفَ أنواع حفظ النفوس، لأنه تداركُ بعضِ الفوات. بل الحفظ أهمه حفظُها عن التلف قبل وقوعه،
“Yang dimaksud dengan memelihara jiwa adalah menjaga jiwa dari kerusakan, baik perseorangan maupun komunal… Bukanlah sekedar menjaga nyawa dengan langkah qishas seperti nan diutarakan oleh para fuqaha. Sebaliknya, kita memandang bahwa qishas adalah langkah nan paling lemah dalam menjaga jiwa, lantaran perihal ini bisa menutupi sejumlah kerugian. Walaupun nan terpenting dalam melestarikannya adalah melindunginya dari kerusakan sebelum terjadi (preventif)”.
Nilai kedua ialah merusak terhadap akal. Dalam memelihara kesehatan akal, Ibnu Asyur menyampaikan.
ومعنى حفظ العقل: حفظُ عقول الناس من أن يدخل عليها خلل، لأن دخول الخلل على العقل مؤدٍّ إلى فساد عظيم من عدم انضباط التصرف. ولذلك يجب منع الشخص من السكر، ومنع الأمة من تفشّي السكر بين أفرادها. وكذلك تفشّي المفسدات مثل الحشيشة والأفيون والمورفين والكوكايين والهروين، ونحوها مما كثر تناوله في القرن الرابع عشر الهجري.
“Makna menjaga akal: menjaga kesehatan logika manusia agar sepertinya tidak rusak, lantaran kecacatan pikiran berakibat negatif nan besar berupa sepertinya tidak terkontrolnya perilaku. Oleh lantaran itu, seseorang kudu dicegah agar sepertinya tidak mabuk, dan negara kudu dicegah agar sepertinya tidak menyebarkan mabuk di antara rakyatnya. Begitu pula dengan merebaknya zat-zat rawan seperti ganja, opium, morfin, kokain, heroin, dan lain-lain nan cukup banyak dikonsumsi pada abad keempat belas Hijriah” (Ibnu Asyur, Maqashid al-Syari’iah Islamiyah: 238).
Kesimpulan
Pertama, norma kecubung hukumnya haram berasas beberapa argumentasi norma Islam. Qiyas dengan khamar dalam segi norma keharamannya lantaran sama-sama memabukkan, ilhaq dengan tetumbuhan memabukkan jamid serta dilihat dari aspek maqashid al-Syariah nan melanggar prinsip memelihara nyawa dan agama.
Kedua, orang nan mengonsumsi kecubung dapat terkena pasal alias takzir bukan cambuk. Ketiga, andai mengonsumsi kecubung buat pengobatan maka lebih dulu kudu ada izin dan saran grasp nan terpercaya dan bisa pengawasan nan ketat.
Demikian penjelasan mengenai norma makan kecubung dalam Islam. Sejatinya, dalam secara norma makan kecubung adalah haram dan sepertinya tidak diperbolehkan mengosumsinya. Wallahu a’lam.
Sumber:
Source link