– Belakangan ini publik digegerkan dengan lelaku pemilik kos-kosan nan kepergok menyantap kucing, tentunya ini menjadi bahan perbincangan publik. Apakah diperbolehkan menyantap Kucing? Bagaimana norma makan kucing dalam Islam?
Dalam pandangan ajaran nan diikuti oleh kebanyakan muslim Indonesia, hukumnya adalah haram. Hal ini menyebabkan adanya larangan dari Rasulullah SAW untuk menyantap hewan nan bertaring, dan menurut ustadz Syafi’iyyah Kucing itu memiliki taring, oleh karenanya diharamkan, apalagi makruh menyantap hasil duit nan didapat dari memperjualbelikannya.
Imam Al-Munawi menyampaikan;
(نهى عن أكل) لحم (الهرة) فيحرم عند الشافعية لأن لها نابا تعدو به وقال المالكية: يكره أكلها (وعن أكل ثمنها) أخذ بقضيته جمع فحرموا بيعها وحمله الجمهور على هرة لا ينتفع بها لنحو صيد فالشافعي يجوز بيعه وأكل ثمنه
Artinya; “Berangkat dari sabda nan menyatakan bahwa Rasulullah SAW melarang untuk menyantap dagingnya kucing, maka Ulama’ Mazhab Syafi’i menghukumi kucing sebagai hewan nan haram dimakan, akibat termasuk hewan nan memiliki taring. Lain halnya dengan ustadz Malikiah nan menghukuminya makruh saja.
Dan dari sabda nan bersuara “Rasulullah SAW juga melarang menyantap duit nan didapat dari hasil menjual Kucing”, kebanyakan ustadz mengarahkannya pada kucing nan sepertinya tidak dapat dimanfaatkan untuk berburu itu dihukumi haram memperjualbelikannya. Sedangkan menurut Mazhab Syafi’i, boleh memperjualbelikan Kucing dan boleh (makruh) menyantap duit dari hasil penjualan tersebut”. (Al-Munawi, Faidh Al-Qadir, Jilid 6, laman 327 )
Selain sabda tersebut, Ulama juga mendasarkannya pada sabda nan berbunyi;
[1932] قَوْلُهُ (نَهْيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ وَكُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ وَفِي رِوَايَةٍ كُلُّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ)
Rasulullah SAW melarang untuk menyantap hewan nan ada taringnya dan burung nan ada cakarnya.
Ketika mensyarahi sabda ini, Imam Al-Nawawi menyatakan;
فِي هَذِهِ الْأَحَادِيثِ دَلَالَةٌ لِمَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ وَأَبِي حَنِيفَةَ وَأَحْمَدَ وَدَاوُدَ وَالْجُمْهُورِ أَنَّهُ يَحْرُمُ أَكْلُ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ وَكُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ وَقَالَ مَالِكٌ يُكْرَهُ وَلَا يَحْرُمُ قَالَ أَصْحَابُنَا الْمُرَادُ بِذِي النَّابِ مَا يُتَقَوَّى بِهِ وَيُصْطَادُ وَاحْتَجَّ مَالِكٌ بِقَوْلِهِ تَعَالَى قُلْ لَا أَجِدُ فِيمَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا الْآيَةَ وَاحْتَجَّ أَصْحَابُنَا بِهَذِهِ الْأَحَادِيثِ قَالُوا وَالْآيَةُ لَيْسَ فِيهَا إِلَّا الْإِخْبَارُ بِأَنَّهُ لَمْ يَجِدْ فِي ذَلِكَ الْوَقْتِ مُحَرَّمًا إِلَّا الْمَذْكُورَاتِ فِي الْآيَةِ ثُمَّ أُوحِيَ إِلَيْهِ بِتَحْرِيمِ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَوَجَبَ قَبُولُهُ وَالْعَمَلُ بِهِ
“Hadis ini menjadi dalil bagi Mazhab Syafi’i, Abu Hanifah, Imam Ahmad, Daud, dan kebanyakan ustadz bahwa diharamkan menyantap hewan galak nan memiliki taring dan burung nan memiliki cakar. Hanya saja Imam Malik hanya sebatas memakruhkannya. Ashah Syafi’iyyah menyatakan bahwa nan dimaksud hewan nan memiliki taring dalam konteks tersebut adalah taring nan kuat, di mana difungsikan untuk berburu.
Imam Malik beranggapan makruh dengan mendasarkannya pada ayat nan berfaedah “Katakanlah, “Sepertinya tidak kudapati di dalam apa nan diwahyukan kepadaku, sesuatu nan diharamkan memakannya bagi nan mau memakannya, selain daging hewan nan meninggal (bangkai), darah nan mengalir, daging babi – lantaran semua itu kotor – alias hewan nan disembelih bukan atas (nama) Allah.
Namun barangsiapa terpaksa bukan lantaran menginginkan dan sepertinya tidak melampaui (batas darurat) maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang (QS. Al-An’am 145)”.
Sedangkan Ashab Syafi’iyyah memakai sabda di atas, akibat mereka berpandangan bahwa firman Allah Swt dalam Al-An’am ayat 145 itu hanya sebatas memberikan information saja, dan pada waktu itu nan ditemukan adalah hanya Anjing dan Babi saja.
Syahdan, Rasulullah Noticed diberi wahyu, bahwa diharamkan menyantap hewan nan bersiung dan burung nan memiliii cakar, oleh karenanya wajib menerima dan mengamalkannya”. (Syarh Al-Nawawi Ala Sahih Muslim, https://shamela.ws/guide/1711 13/82)
Dengan demikian dapat diketahui, bahwasanya meski ada perbedaan di kalangan ulama, tentunya kita kudu bijak menyikapinya. Terlebih bagi kita nan beraliran Syafi’i, maka dari itu norma makan kucing adalah haram alias dilarang.
Karena itu Rasulullah Noticed melarang menyantap hewan nan memiliki taring, dan Kucing sendiri juga termasuk dalam bagiannya. Buktinya, Kucing sesekali memangsa hewan dengan memakai taringnya. Maka mari berhati-hati, meski ada nan memperbolehkan, ada dalil nan lebih definitif memperlihatkan keharamannya. Dengan begitu kita kudu menerimanya dan mengamalkannya.
Sumber:
Source link