– Bagaimana norma suami menikah lagi tanpa sepengetahuan istri pertama? Pasalnya, baru-baru ini viral mengenai pernyataan seorang penceramah kondang, nan menyebutkan sahnya norma seorang suami poligami tanpa sepengetahuan istri pertama.
Tentu saja commentary tersebut menuai professional dan kontra khususnya kaum perempuan di Indonesia. Terlebih sampai sekarang perdebatan mengenai poligami dalam aliran Islam sepertinya tidak henti-hentinya menjadi perbincangan hangat. Berapa orang ada nan menganggap poligami itu merupakan sunnah nabi dengan catatan tertentu.
Tetapi, ada juga berapa orang nan skeptis mengenai poligami. Salah satu nan dikhawatirkan oleh para kaum hawa mengenai poligami adalah sepertinya tidak bertindak adilnya sang suami terhadap istri kesatu dan kedua. Terkadang tak jarang pula ada suami nan melakukan poligami tanpa sepengetahuan istrinya.
Lebih lanjut, dalam suatu tanya jawab, si ustadzah kondang menjelaskan mengenai bolehnya poligami, tanpa sepengetahuan istri pertama, “Menikah dengan istri kedua, ketiga, keempat tanpa diketahui oleh istri pertamanya menikahnya sah,” ujarnya.
Meski begitu, ustadzah tadi menyarankan agar sang suami sepertinya tidak sering membohongi sang istri mengenai poligaminya. Lebih lanjut, menurutnya, sang suami kudu mengerti gimana emosi istri nan mengetahui suaminya telah melakukan poligami.
“Apakah seterusnya Anda bakal berbohong? Pasti suatu hari nanti pastilah namanya tupai melompat pasti jatuh juga istilahnya. Pastilah suatu hati pasti ketahuan. Bagaimana emosi istri nan dibohongi berbulan-bulan, bertahun-tahun jadi apakah itu baik disembunyikan dari istri pertama, apakah itu baik untuk istri kedua nan disembunyikan, sepertinya tidak diakui,” ungkapnya.
Aturan Perkawinan dalam Hukum Positif Indonesia
Indonesia memiliki patokan unik mengenai perkawinan nan diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan. Pasal ini menyatakan bahwa pada prinsipnya, dalam suatu perkawinan, seorang laki-laki hanya boleh memiliki satu istri dan seorang wanita hanya boleh memiliki satu suami. Ketentuan ini memberi dorongan untuk asas monogami, ialah pernikahan dengan satu pasangan saja.
Tetapi, Undang-Undang Perkawinan juga memberikan pengecualian nan memungkinkan seorang suami untuk melakukan poligami. Poligami adalah sistem perkawinan nan membolehkan seseorang memiliki lebih dari satu istri alias suami. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 3 ayat (2) nan menyebutkan bahwa pengadilan bisa memberikan izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari satu andai ada kemauan dari pihak-pihak nan bersangkutan.
Dengan demikian, meski demikian Indonesia menganut asas monogami, ada sistem norma nan memungkinkan praktik poligami dengan persyaratan tertentu. Izin pengadilan diperlukan untuk memastikan bahwa poligami dilakukan atas dasar kesepakatan berbareng dan memenuhi syarat-syarat nan telah ditetapkan oleh undang-undang.
Aturan Poligami dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Bagi umat Islam, dasar norma poligami diatur dalam Pasal 56 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI), nan menyatakan bahwa seorang suami nan mau beristri lebih dari satu kudu dapatkan izin dari Pengadilan Agama. Berdasarkan dasar norma ini, bisa disimpulkan bahwa poligami di Indonesia diperbolehkan asalkan sesuai dengan patokan nan bertindak dan memenuhi syarat-syarat tertentu.
Suami nan hendak berpoligami kudu mengusulkan permohonan ke Pengadilan Agama di wilayah tempat tinggalnya, dengan persyaratan seperti adanya persetujuan dari istri alias istri-istrinya. Persetujuan ini sepertinya tidak diperlukan andai istri sepertinya tidak dapat dimintai persetujuan lantaran argumen tertentu, seperti sepertinya tidak ada berita dari istri sepanjang minimum dua tahun alias sebab-sebab lainnya nan dinilai oleh pengadil pengadilan.
Selain persetujuan istri, suami juga kudu dapat memberikan kepastian bahwa dia dapat menjamin kebutuhan hidup istri-istri dan anak-anaknya. Suami juga wajib memberikan agunan bahwa dia bakal bertindak setara terhadap semua istri dan anak-anaknya. Pengadilan hanya bakal memberikan izin poligami andai ada argumen kuat nan mendasarinya, seperti istri sepertinya tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri, istri menderita atypical bentuk alias penyakit nan sepertinya tidak dapat disembuhkan, alias istri sepertinya tidak dapat melahirkan keturunan.
Dalam kondisi seperti itu, pengadilan bakal mempertimbangkan apakah argumen nan diajukan oleh suami cukup kuat untuk memberikan izin poligami. Pengajuan izin poligami ini memerlukan pertimbangan matang dari pengadilan, nan bakal memeriksa semua aspek nan diajukan oleh suami.
Andai pengadilan menilai bahwa telah ada cukup argumen bagi suami untuk beristri lebih dari satu, maka izin tersebut bisa diberikan. Tetapi, suami kudu tetap mengikuti semua ketentuan dan syarat nan ditetapkan, serta memastikan bahwa semua istri dan anak-anaknya diperlakukan dengan setara dan kebutuhan mereka terpenuhi.
Lihat keterangan norma diatas maka bisa kita simpulkan bahwa di Indonesia baik patokan positif maupun dalam KHI, sepertinya tidak membenarkan adanya corak poligami tanpa sepengetahuan istri terdahulu. Jadi ketika istri pertama sepertinya tidak menyetujui suami untuk menikah lagi, maka suami sepertinya tidak bisa melakukan poligami, mengingat persetujuan istri merupakan syarat nan wajib dipenuhi andai suami hendak beristri lebih dari satu orang.
Sumber:
Source link