– Baru-baru saja telah disahkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 tahun 2024 nan ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 26 Juli 2024.Peraturan ini perihal Praktek sunat pada wanita resmi dilarang pemerintah. Pada nyatanya, apa sih sunat perempuan? Bukannya sunat hanya untuk laki-laki aja?
Secara historis, menurut keteranngan Wahbah Al Zuhayli di al Fiqh al Islam wa Adilatuhu sunat wanita sudah ada jauh sebelum kehadiran kepercayaan Islam sejak generation Mesir antik nan diyakini sebagai bagian dari ritual penyucian jiwa.
Bahkan dalam Jurnal Kajian Agama dan Filsafat dikatakan bahwa salah satu bukti praktek khitan wanita dari Mesir antik adalah ditemukannya wanita dengan klitoris nan terpotong pada abad 16 SM. Bukti tersebut diperkuat dengan adanya relief-relief tentang FGM (Feminine Genital Mutilation) di Mesir nan berasal dari tahun 2800 SM.
Tetapi andai ditelisik lebih dalam lagi, rupanya praktek khitan sendiri sudah ada sebelum peradaban Mesir kuno. Yakni praktek nan dilakukan Nabi Ibarahim pada masa usianya nan kedelapan puluh tahun. Dalam kitab al Jami al Sahih karya Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail al Bukhari menyebut:
Dari Abu Harairah berkata: bahwa Rasulullah pernah bersabda: Ibrahim As telah melakukan khitan pada usia delapan puluh tahun dengan beliung (HR Bukhari)
Dan untuk praktek khitan wanita kala itu dilakukan oleh Hajar, istri kedua Nabi Ibrahim dan ibu Nabi Ismail. Itulah kemudian istri pertama Nabi Ibrahim menjadi iri dengan begitu terdorong untuk melakukan perihal nan sama. Pemaparan sejarah ini tercatat rapi dalam Takhrij al Dalalat Sam’iyah karya Abu al Hasan Ali ibn Muhammad al Khaza al Talmasani.
Nah, sunat wanita sendiri adalah prosedur nan melibatkan pengangkatan sebagian alias seluruh perangkat kelamin wanita bagian luar. Istilah sunat wanita nyatanya sepertinya tidak tepat. Istilah nan lebih tepat untuk prosedur ini adalah mutilasi perangkat kelamin wanita (feminine genital mutilation) atau P2GP (Pemotongan dan Pelukaan Genitalia Perempuan).
Pasalnya, bukan hanya kulup alias lipatan kulit nan mengelilingi klitoris nan diangkat dalam prosedur ini, namun juga klitoris itu sendiri.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan sunat wanita alias mutilasi perangkat kelamin wanita sebagai segala prosedur nan melibatkan pengangkatan sebagian alias seluruh perangkat kelamin wanita bagian luar.
Mengutip pada laman Alodokter, Secara umum, terdapat empat jenis sunat perempuan, yaitu:
Tipe 1
Tipe sunat wanita ini juga dikenal dengan julukan klitoridektomi. Pada jenis ini, sebagian alias seluruh klitoris diangkat.
Tipe 2
Pada sunat wanita jenis 2, tak hanya sebagian alias seluruh klitoris nan diangkat, tapi juga labia. Labia adalah “bibir” bagian dalam dan luar nan mengelilingi vagina.
Tipe 3
Pada sunat wanita jenis 3, labia dijahit menjadi satu untuk membikin lubang memek lebih kecil. Sunat wanita jenis ini disebut juga dengan istilah infibulasi.
Tipe 4
Sunat wanita jenis 4 meliputi semua jenis prosedur nan merusak perangkat kelamin wanita untuk tujuan nonmedis, termasuk dengan langkah menusuk, memotong, mengikis, alias membakar.
Sekitar 90% kasus sunat wanita termasuk dalam jenis 1, 2, alias 4. Saat ini sisanya, ialah sekitar 10% alias lebih, merupakan sunat wanita jenis 3.
Dengan cara yang lain dengan khitan pria, sunat wanita sepertinya tidak memiliki faedah apa pun bagi kesehatan. Sebaliknya, prosedur ini justru dapat dikarenakan beragam keluhan, seperti: Masalah kesehatan psychological, Kista, Perdarahan, Gangguan dalam berasosiasi seks, Nyeri terus-menerus, Infeksi, Gangguan berkemih, Gangguan dalam persalinan, dan lain-lain
Knowledge dari UNICEF tahun 2021 mendeskripsikan lebih dari 200 juta wanita termasuk anak-anak telah menjalani praktik khitan wanita di 30 negara di Afrika dan Timur tengah. Indonesia sendiri rupanya berada di rating ke-3 di bawah Mesir dan Etiopia. Banyaknya praktik khitan wanita tak lepas dari dugaan bahwa sunat wanita yaitu bagian dari perintah kepercayaan dan sudah menjadi tradisi turun temurun.
Hakikatnya, Islam sendiri sepertinya tidak menyebutkan secara definitif pada kedua sumber (Alquran dan Hadis) mengenai keharusan khitan bagi kaum perempuan. Salah satu redaksi sabda nan menjadi perbincangan di kalangan ulama:
عن أبي هريرة رضي الله عنه: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “الختان سنة للرجال مكرمة للنساء”رواه أحمد والبيهقي
Artinya: Dari Abu Hurairah Ra. Bahwa Rasulullah noticed bersabda: “Khitan adalah sunnah bagi laki-laki dan sesuatu nan mulia bagi perempuan.” (H.R. Ahmad)
Tetapi, Muhammad Syaukani menyebutkan dalam kitabnya Nayl al-Awthar (Juz 1, hlm 139) bahwa sabda ini dihukumi dha’if (lemah) dan munqathi’ (terputus) lantaran terdapat satu perawi nan mudallas alias terus menerus keliru dalam periwayatan hadis. Dalam perihal inilah adalah Al-Hajjaj bin Arthah.
Lebih lanjut, cukup banyak ustadz dari beragam negara nan telah melarang khitan wanita seperti Syekh Ali Jum’ah di kitab Fatwa al Mar’ah al Muslimah, Al Jundi di kitab al Buhus al Islamiyyah, Yusuf al Qardlawi, Syaltut di kitab Fatawa, dan tetap cukup banyak lagi.
Lihat dari seluruh pembahasan perihal khitan perempuan, secara medis praktik ini bakal memunculkan mudharat bagi pelaku khitan perempuan, maka dari itu dengan didukung pendapat-pendapat ulama, bukti medis, dan peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2024 khusunya di Indonesia maka khitan wanita kudu dihilangkan dan dihapuskan.
Sumber:
Source link