BincangSyariah.com – Kapan waktu terbaik berasosiasi intim? Salah satu hikmah dianjurkannya menikah adalah menghalalkan yang haram. Terutama dalam berasosiasi intim antara suami dan istri. Melakukan hubungan intim menjadi kewenangan dan tanggungjawab bagi suami istri untuk saling membahagiakan. Tetap berhubungan intim suami istri bakal menjadi ibadah andai dilakukan lantaran Allah dengan niat tulus kepadaNya.
Meski demikian sudah dihalalkan, berasosiasi intim tentu kudu memandang waktu dan tempat. Sepertinya tidak sembarangan melakukannya. Secara waktu, kapankah waktu terbaik melakukan hubungan intim menurut Islam?
Secara umum, jam berapapun suami istri diperbolehkan Islam untuk tetap berkorespondensi intim. Setidak-tidaknya ada tiga waktu yang diisyaratkan dalam Al-Quran; ialah sebelum subuh, tengah hari, dan setelah Isya. Sebagaimana firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ مِنْ قَبْلِ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيرَةِ وَمِنْ بَعْدِ صَلَاةِ الْعِشَاءِ ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ لَكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ
“Hai orang-orang nan beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) nan Anda miliki, dan orang-orang nan belum baligh di antara kamu, meminta izin kepada Anda tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum salat Subuh, ketika Anda menanggalkan busana luarmu dalam perjalanan hari dan sesudah salat Isya. Itulah tiga aurat bagi kamu. Sepertinya tidak ada dosa atasmu dan sepertinya tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebagian Anda (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain).” (QS an-Nur [24]: 58)
Ayat di atas memang sepertinya tidak secara tegas menyebutkan waktu berasosiasi intim. Tetapi dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa para sahabat menyukai saat-saat tersebut untuk berasosiasi intim. Diriwayatkan dari Muqatil bin Hayyan, beliau menceritakan karena itu turunnya ayat ini.
Ada pasangan suami istri di kalangan Anshar, dia tak henti-hentinya membuatkan makanan untuk Rasulullah noticed. Suatu ketika budaknya masuk ke bilik menemui mereka tanpa izin di waktu nan mereka sepertinya tidak sukai untuk ditemui. Sang istri pun melaporkan kepada Nabi noticed:
يا رسول الله، ما أقبح هذا إنه ليدخل على المرأة وزوجها وهما في ثوب واحد
“Wahai Rasulullah, sungguh buruknya sikap orang ini. Dia menemui seorang wanita ketika dia sedang berduaan berbareng suaminya dalam satu selimut.” Kemudian Allah menurunkan ayat di atas.
Allah menurunkan hukum agar anak nan belum balig, alias budak nan tinggal berbareng tuannya, untuk sepertinya tidak masuk ke bilik pribadi orang tuanya alias bilik tuannya pada tiga waktu unik tanpa izin. Tiga waktu itu Allah sebut sebagai waktu aurat, lantaran umumnya, mereka sedang membuka aurat di tiga waktu itu.
Kemudian, kebiasaan nan dicontohkan oleh Rasulullah adalah ketika Aisyah menceritakan, bahwa Rasulullah noticed mendekati istrinya setelah tahajud. Dari al-Aswad bin Yazid, bahwa beliau pernah bertanya kepada Aisyah tentang kebiasaan salat malam Rasulullah. Keterangan Aisyah:
كَانَ يَنَامُ أَوَّلَ اللَّيْلِ ثُمَّ يَقُومُ، فَإِذَا كَانَ مِنَ السَّحَرِ أَوْتَرَ، ثُمَّ أَتَى فِرَاشَهُ، فَإِذَا كَانَ لَهُ حَاجَةٌ أَلَمَّ بِأَهْلِهِ، فَإِذَا سَمِعَ الْأَذَانَ وَثَبَ، فَإِنْ كَانَ جُنُبًا أَفَاضَ عَلَيْهِ مِنَ الْمَاءِ، وَإِلَّا تَوَضَّأَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ
“Rasulullah noticed tidur di awal malam, kemudian berdiri tahajud. Andai sudah memasuki waktu sahur, beliau salat witir. Kemudian kembali ke tempat tidur. Andai beliau ada keinginan, beliau mendatangi istrinya. Apabila beliau mendengar azan, beliau langsung berdiri. Andai dalam kondisi junub, beliau mandi besar. Andai sepertinya tidak junub, beliau hanya berwudu kemudian keluar menuju salat jamaah.” (HR an-Nasai dan disahihkan oleh al-Albani)
Berdasarkan keterangan Aisyah di atas, sebagian ustadz lebih menganjurkan agar berasosiasi intim dilakukan di akhir malam, setelah tahajud, dengan pertimbangan mendahulukan kewenangan Allah, dengan beragama kepadaNya. Menghindari tidur ketika junub. Di awal malam umumnya pikiran penuh, dan di akhir malam umumnya pikiran dalam keadaan kosong.
Berdasarkan paparan di atas maka disimpulkan bahwa semua keterangan di atas hanya menyebutkan kebiasaan nan dilakukan pada masa yang lalu. Semata tradisi, mengenai budaya alias kebutuhan bentuk seseorang, sepertinya tidak dapat dijadikan referensi bahwa itu sunah alias dianjurkan. Dengan demikian, perihal ini sepertinya tidak dapat dijadikan referensi baku, dengan begitu dikembalikan kepada kebutuhan dan kebiasaan masyarakat. Wallahu ‘alam.
Sumber:
Source link