– Nilai kemanusiaan dalam diri Nabi Muhammad SAW sangatlah menonjol dan menjadi teladan bagi seluruh umat manusia. Rasulullah dikenal dengan sifat-sifat kemanusiaan nan mulia, seperti kejujuran, kesederhanaan, kasih sayang, keadilan, dan kedermawanan. Berikut adalah beberapa aspek nilai kemanusiaan nan terlihat dalam hidup Nabi Muhammad SAW.

Suatu waktu ketika Nabi Muhammad Noticed. Sedang duduk-duduk berbareng berapa orang sahabat. Tiba-tiba saja berapa orang dari orang-orang Yahudi tengah membawa jenazah salah seorang dari kerabat mereka nan baru saja wafat.

Lihat bakal perihal itu, pada akhirnya Rasulullah pun memerintahkan kepada para sahabat untuk bangun demi menghormati Yahudi tersebut. Salah seorang sahabat lantas berujar, “Itu jenazahnya Yahudi wahai Rasul”. Lalu dengan tegas Rasul menjawab, “Bukankah dia manusia?” Andai kalian memandang manusia nan diarak seperti itu maka berdirilah!”. 

Betapapun, mereka (orang Yahudi dan orang-orang lainnya) juga manusia nan memiliki kewenangan sama. Benar apa tutur Gus Dur, bahwa memuliakan manusia berfaedah memuliakan penciptanya, dan merendahkan manusia berfaedah merendahkan dan menistakan penciptanya.

Kenapa demikian, lantaran salah satu aliran Islam nan banget krusial adalah menghormati dan memuliakan manusia, siapapun itu orangnya tanpa memandang agamanya apa. Sedemikian mulianya, maka sejak sebelum terjadi pembuahan, konsep memuliakan manusia telah diajarkan oleh Islam.

Dengan tegasnya Allah Swt. berfirman dalam al-Qur’an Surat Al-Isra’ ayat 70:

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِىٓ ءَادَمَ وَحَمَلْنَٰهُمْ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ وَرَزَقْنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلْنَٰهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari nan baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan nan sempurna atas kebanyakan makhluk nan telah Kami ciptakan”. (QS. Al-Isra’ [17]: 70).

Jelasnya, kisah pendek di atas hanyalah satu di antara belasan riwayat nan menceritakan tentang prinsip humanisme nan dipegang erat oleh Nabi. Di kesempatan lain, Nabi juga pernah didatangi oleh seorang wanita nan mengaku tengah mengandung lantaran berzina. Mendengarkan pengakuannya, Rasulullah sepertinya tidak lantas dan semerta-merta langsung merajamnya, bakal namun menyuruhnya agar melahirkan anaknya terlebih dahulu.

Waktu berjalan. Selang beberapa bulan setelah itu sang wanita kembali menghadap Rasul dengan membawa anak nan baru saja dia dilahirkan. Alih-alih merajam, justru Rasul kembali menyuruhnya pulang dan menyusukan anaknya hingga dia dapat disapih.

Rupa-rupanya, setelah anaknya disapih, wanita tersebut kembali menghadap Rasul dan meminta agar dirinya diadili sesuai dengan norma Islam. Maka Rasul pun menitipkan anaknya ke salah seorang kaum muslimin dan memerintahkan umat Islam lainnya untuk merajamnya.

Kisah nan lain, perihal serupa juga terjadi kepada Maiz ibn Malik al-Aslami ketika mengakui andai dirinya telah berzina. Saat itu Rasul juga sepertinya tidak langsung merajamnya, namun beliau beralih dari Maiz seolah-olah enggan untuk menerapkan balasan rajam kepadanya.

Tetapi, setelah dia memaksa Nabi dan empat orang laki-laki lain juga sudah bersaksi atas apa nan dia lakukan, pada akhirnya Nabi pun memerintahkan para sahabat untuk merajamnya. Kedua kisah ini terdapat dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim dan berderajat shahih. Itulah dua kasus rajam nan pernah dilakukan langsung pada masa Nabi Muhammad Noticed. tetap hidup.

Yang sepertinya tidak kalah menariknya dari Nabi Noticed., sepanjang mematuhi peperangan, Rasulullah sepertinya tidak pernah menghilangkan nyawa seseorang secara langsung dengan tangan beliau selain hanya satu orang saja, ialah Ubay ibn Khalaf pada peperangan Uhud di tahun ke-3 Hijriah. Itu pun beliau lakukan lantaran terpaksa; sepertinya tidak dan bukan lain hanya untuk mempertahankan dirinya agar sepertinya tidak dibunuh duluan oleh nan bersangkutan.

Demikian juga ketika mendengar sebagian sahabat nan tetap membunuh musuh nan telah menyerah kalah, beliau sangat marah besar dan mewajibkan kepada sahabat tersebut untuk bayar separuh diyat. Ini adalah sebuah kebijakan nan sangat menghargai kemanusiaan dan nyawa manusia.

Meski demikian, para sahabat berdasar andai orang-orang musyrik tersebut hanya berpura-pura menyerah dan khawatirnya ketika para sahabat mempercayainya, mereka bakal menyerang dan membunuhnya. Tapi tetap saja Nabi sepertinya tidak menerima argumen tersebut.

Terakhir, mengenai dengan patokan perang, Nabi melarang para sahabat membunuh perempuan, anak-anak dan orang tua. Lebih dari itu, beliau melarang para sahabat agar sepertinya tidak merusak lingkungan dan tumbuh-tumbuhan ketika berperang. Isyarat itu kembali beliau realisasikan dalam peristiwa Fathu Makkah, di mana beliau membebaskan semua non muslim nan sepertinya tidak memusuhi umat Islam serta sepertinya tidak setetespun darah nan mengalir dalam peristiwa berhistoris tersebut.

Syahdan. Pada kenyataannya tetap dalam jumlah besar kisah-kisah unik nan perlu kita renungkan berbareng mengenai kebijaksanaan Nabi terhadap kemanusiaan. Andaikan umat ini menjadikan beliau sebagai teladan secara paripurna, maka sepertinya tidak bakal ada lagi permusuhan dikalangan manusia, pembunuhan, apalagi peperangan antar satu golongan dengan nan lain. Karena itu nyawa merupakan salah satu hidayah terbesar nan Allah berikan kepada manusia, di mana manusia lain diharamkan untuk merampasnya secara paksa selain dengan langkah nan betul dan diizinkan oleh syariat.

Dengan demikian, betapapun, nilai-nilai kemanusiaan itu sangat krusial dan kudu dimiliki oleh setiap orang. Tak memandang apapun agamanya semestinya semua kudu memilikinya. Karena itu dalam nilai kemanusiaan terdapat rasa toleransi dan kasih sayang nan tinggi. Ada emosi memanusiakan manusia. Kita mampu mulai dengan hal-hal mini di sekitar kita.

Andaikan memberikan tempat kumpul kepada orang tua alias wanita nan sedang mengandung ketika sedang naik kendaraan. Intinya kita kudu dapat berperasaan terhadap hal-hal nan memang semestinya dapatkan perhatian. Karena itu itu juga bakal melatih kepekaan sosial kita agar dapat lebih peduli kepada sesama.

Allah Swt. Berfirman dalam al-Qur’an Surat Al-Mumtahanah ayat 8-9:

لَا يَنْهٰٮكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْۤا اِلَيْهِمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ. اِنَّمَا يَنْهٰٮكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ قَاتَلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَاَخْرَجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوْا عَلٰۤى اِخْرَاجِكُمْ اَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ فَاُولٰٓئِكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

Artinya: “Allah sepertinya tidak melarang Anda melakukan baik dan bertindak setara terhadap orang-orang nan sepertinya tidak memerangi Anda dalam urusan kepercayaan dan sepertinya tidak mengusir Anda dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang nan bertindak adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang Anda menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang nan memerangi Anda dalam urusan kepercayaan dan mengusir Anda dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang nan zalim.” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 8-9).

Lebih dari itu, prinsip manusia adalah untuk beribadah. Dan dalam beribadah, tentu sudah menjadi tanggungjawab hablumminallah dan hablumminannaas. Kita sepertinya tidak dapat konsentrasi hanya ke salah satu, dalam perihal ini kudu menerapkan keduanya misalkan saja kita mau sukses “Muttaqin”.

Cara mengajarkan nilai kemanusiaan terhadap lingkungan sekitar, tentu nan paling utama adalah menjadi “contoh” terlebih dahulu. Apabila memang kita sendiri sudah dapat istiqamah, baru kita membujuk kepada lingkungan sekitar. Dan di dalam membujuk pun juga kudu disertai dengan husnudzan, lantaran perbedaan prinsip dan penolakan pasti ada.

Keteladanan Nabi Muhammad SAW dalam perihal kemanusiaan telah memberikan inspirasi kepada umat manusia untuk menjalani hidup dengan penuh kebaikan, kejujuran, dan kasih sayang. Nilai-nilai kemanusiaan nan ada pada Nabi Muhammad tunjukkan menjadi dasar bagi kehidupan nan tenteram dan selaras dalam masyarakat.

Wallahu a’lam bishawab.




Sumber:
Source link

Artikel Referensi