– Berikut ini adalah teks khutbah Jumat terkini bertema tentang “Menerapkan Syariat Islam nan Menjunjung Kemanusiaan”. Nah berikut simaknya.

Khutbah Pertama

الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِيْ أَرْسَلَهُ اللهُ إِلَيْنَا شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ الكِرَامُ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.

Hadirin Sedang Jamaah khutbah Jumat terkini nan berbahagia!!!

Pertama-tama, mari kita berterima kasih pada Allah nan telah memberikan kepada kita kesehatan dan kesempatan, dengan begitu kita mampu berkumpul untuk melaksanakan ibadah salat Jumat. Syukur adalah rasa terima kasih seorang Hamba kepada Tuhannya. Dan lebih dari itu, syukur hakikatnya adalah kesadaran diri.

Salawat dan salam kita ungkapkan keharibaaan nabi nan sangat mulia. Seorang manusia nan memiliki sumbangsih besar pada dunia. Manusia pertama nan mengumumkan Hak Asasi, pada saat Erofa dan Amerika tetap dalam kegelapan. Seorang nan mengajarkan cinta dan kasih terhadap sesama manusia, bukan hanya terhadap muslim, juga orang nan di luar muslim.

Sebagai khatib, sudah menjadi sebuah tanggungjawab bagi kami secara pribadi untuk membujuk kita semua umumnya, pada diri sendiri khususnya,  mari sama-sama kita tingkatkan keagamaan dan ketakwaan kita kepada Allah. Hanya dengan Iman dan takwa hidup bakal senang bumi dan alambaka kelak.

Saya mau mengingatkan para pendengar khutbah jumat sekalian tentang  nasihat Lukman Al-Hakim;

“Wahai anak ku sesungguhnya bumi adalah lautan nan sangat dalam. Dalam jumlah besar manusia terjebak dan tenggelam di dalamnya., maka jadikanlah ketaatan sebagai sampan, takwa kepada Allah sebagai layar agar engkau tak tenggelam dalam gemerlap lautan bumi ini”

Kami juga tak bosan-bosan membujuk kepada kita untuk selalu menjaga kebersihan, lantaran kita tetap dalam keadaan pandemi. Jangan lupa 3 M; Menjaga jarak, Menggunakan masker, dan Mencuci tangan.

Hadirin Sedang Jamaah khutbah Jumat terkini nan berbahagia!!!

Tema khutbah kita pada Jumat terkini kali ini adalah “Menerapkan Syariat Islam nan Menjunjung Kemanusiaan”.

Dalam Alquran terdapat lima  tutur nan erat kaitannya dengan hukum dalam pelbagai bentuk; ada dalam ism (tutur benda) dan juga dalam corak tutur kerja (fiil). Tutur hukum itu memiliki sebagai jalan alias peraturan nan diperintahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya.  Andaikan dalam Q.S Al-Jảtsiyah: 18, Allah berfirman;

ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

 Artinya;  kemudian kami jadikan Anda di atas hukum (peraturan) dari urusan  kepercayaan itu, maka ikutilah hukum itu dan jangan Anda mematuhi hawa nafsu orang-orang nan sepertinya tidak mengetahui.

Dan dan ada firman Allah dalam Q.S al-Mảidah: 48;

لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَّمِنْهَاجًا

artinya; Untuk tiap ummat di antara Anda , kami berikan patokan (syir’ah ) dan jalan.

Alternatifnya, terdapat juga tutur hukum dalam corak fiil (tutur kerja) dengan corak tutur شرع.  Bentuk tutur ini terdapat dalam tiga ayat Alquran.

Melihat Q.S Al-Syủra:13 dan 21, nan artinya membuat/menyusun norma syariat.

شَرَعَ لَكُمْ مِّنَ الدِّيْنِ مَا وَصّٰى بِهٖ  نُوْحًا  وَّالَّذِيْٓ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهٖٓ اِبْرٰهِيْمَ وَمُوْسٰى وَعِيْسٰٓى

Artinya; Dia telah mensyariatkan bagi Anda apa nan diwasiatkannya  kepada Nuh, dan apa nan telah Anda wahyukan kepada Mu, dan apa nan telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa.  Dan dalam surah nan sama, pada ayat 21, Allah berkata;

اَمۡ لَهُمۡ شُرَكٰٓؤُا شَرَعُوۡا لَهُمۡ مِّنَ الدِّيۡنِ مَا لَمۡ يَاۡذَنۡۢ بِهِ اللّٰهُ‌ؕ وَلَوۡلَا كَلِمَةُ الۡفَصۡلِ لَقُضِىَ بَيۡنَهُمۡ‌ؕ وَاِنَّ الظّٰلِمِيۡنَ لَهُمۡ عَذَابٌ اَلِيۡمٌ

Apakah mereka memiliki sesembahan selain Allah nan mensyariatkan untuk mereka kepercayaan nan telah diizinkan Allah ? Sekiranya sepertinya tidak ada ketetapan nan menyelesaikan dari Allah  tentulah mereka telah dibinasakan. Sesungguhnya orang nan kejam itu memperoleh balasan nan sangat pedih.

Hadirin Sedang Jamaah khutbah Jumat terkini nan berbahagia!!!

Keterangan lebih komplit tentang syariah ini dapat kita mendapatkan dari seorang grasp norma Islam,  Al-Ashmawi. Dalam kitabnya nan berjudul ushul al syariah, dia menjelaskan bahwa  syariat—yang tertera dalam Alquran—sepertinya tidak semata mengandung legislasi norma alias perundang-undangan (qanun).

Bila kita perhatikan dengan seksama, Q.S. al-Jasyiyah:18 dan Q.S. al-Shura :13  tempat di mana tutur syariah itu muncul adalah surah makkiyah— nan artinya suroh ini turun sebelum Nabi hijrah ke Madinah alias sebelum fase legislasi hukum—.

Perlu  kita pahami bahwa sepanjang Nabi di Mekah, Muhammad belum bicara tentang hukum,  lebih cukup banyak bicara tentang tauhid dan kebaikan kebaikan.  Nah, setelah hijrah ke Madinah, baru Nabi bicara tentang hukum.

Dalam diskursus pemikiran Islam  klasik maupun kontemporer,  tutur “syariat “  memiliki signifikansi dengan dua time period, ialah kepercayaan (din) dan norma (fiqh). Dalam makro, hukum adalah semua perintah Allah nan dibawa Nabi Muhammad  nan mencakup pelbagai bidang, baik akidah, akhlak, dan hukum.  Sedangkan dalam tatanan mikro, pengertian hukum kemudian hal itu dianggap sebagai  hukum-hukum , alias patokan nan menyangkut manusia dewasa (mukkallaf). 

Menurut Muhammad Sa’{id} Al-Ashmawi dalam tulisan nan berjudul, Syariah: Kodifikasi Hukum Islam, makna hukum pada awalnya sepertinya tidak berarti at-tasyri’ (legislasi hukum) alias al-qanun (Undang-undang).  Pada mulanya hukum digunakan dalam pengertian jalan Allah (the way in which og God).

Tetapi, dalam perkembangannya tutur tersebut ditransformasikan pada pengertian yurisprudensi norma agama. Dampaknya pun berkapak pada sumber utama syariat—yang sejatinya melampaui tutur syari’ah itu sendiri— yaitu, Alquran, Hadis, Ijma’ dan Qiyas.

Pendek tutur hukum Islam adalah norma dalam Islam nan berasal dari empat sumber di atas. Nah, dalam pengertian ini terdapat perbedaan nan mencolok antara pemaknaan hukum Islam di awal dengan pemaknaan kontemporer. Pada pengertian mutakhir, konsep hukum itu berposisi sebagai norma (fiqh ) Islam.

Produk norma ini disebut dengan fiqih, Setelah perkembangan norma Islam ini dia, hukum Islam pun merasakan pelbagai perubahan. Pada awalnya sumber norma Islam itu, Alquran, pada tahapan berikutnya para ustadz memasukkan tambahan selain Alquran  sebagai dasar hukum ialah hadist, ijma’, dan qiyas.

Pendapat ini menjadi sasaran kritik tajam Al-Ashmawi, lantaran dua sumber terakhir, qiyas dan ijma menurut Al-Ashmawi dalam ushul shariah,bukan sumber syariat, namun menempati sumber fiqih.

Kritik itu ditujukan Al-Asmawi lantaran memandang perkembangan di massyarakat luas.  Terjadi pergeseran paradigma terhadap fiqh.  Dalam jumlah besar kalangan menilai fiqih bukan saja dimasukkan ke dalam syariat, melainkan fiqh itu diidentik dengan hukum Islam itu sendiri.

Keadaan lebih parah lagi,  fiqih diagungkan sebagai wahyu  Tuhan. Walaupun  seyogianya fiqih  merupakan buah pemikiran  manusia dan  hasil produk generation tertentu, di dalam mengandung khilafiyah (kontroversi). Dengan menyetarakan fiqh sebagai wahyu, maka terjadi paradoks antara sesuatu nan berasal dari nan tak terhingga, ilahi dan berasal dari manusia.

Hadirin Sedang Jamaah khutbah Jumat terkini nan berbahagia!!!

Fenomena ini cukup banyak kita melihat berkembang di masyarakat Indonesia, cukup banyak nan mengatasnamakan hukum menvonis orang menjadi kafir. Ada orang nan baru belajar agama, lantas membidahkan ibadah saudaranya. Ada pula nan membuat keputusan berakhir bekerja dari financial institution besar, menyebabkan menganggap kembang financial institution haram dan itu perbuatan dosa.

Coba kita melihat disekeliling kita, tak minim masyarakat nan salah mengartikan hukum Islam. Mereka menyangka, hukum itu hanya sebatas norma saja.  Tutur hukum itu menjadi sesuatu nan ditakutkan. Dan lebih parah lagi, tutur hukum itu  menjadi legitimasi bagi seseorang untuk menumpahkan darah orang lain. Nauzubillah min zalik.

Hadirin Sedang Jamaah khutbah Jumat terkini nan berbahagia!!!

Bila kita perhatikan isi Alquran secara menyeluruh—Alquran ada 30 juz, 114 surah dan sekitar 6000 ayat—, nah dari  yang  6000 ayat Alquran tadi, hanya  sekitar 200 ayat nan memiliki asfek  hukum, alias sepertigapuluh ayat Alquran nan berbincang tentang hukum, pun itu sudah termasuk di dalamnya ayat-ayat nan telah dinasakh oleh ayat berikutnya.

Ini meunjukkan bahwa sasaran utama Alquran diturunkan adalah berkarakter ethical, nan penekanannya adalah untuk menanamkan rasa bersalah dalam jiwa orang nan beriman, menggugah kedasaran dan moralitasnya agar selalu berada dalam garis hukum nan berarti jalan menuju Tuhan.

Dengan demikian ketika norma Alquran diterapkan, kudu berada dalam konteks keagamaan dan keadilan, jauh dari sikap memihak alias penyimpangan peradilan. Di samping itu, norma-norma yudisial  pada dasarnya berkarakter lokal dan temporer. Tak henti-hentinya Allah menyerahkan kepada umat manusia untuk mengendalikan perincian pekerjaannya dan memberi kebebasan untuk mengulas  dan menggantinya  dengan pandangan nan lain  nan memungkinkan, dengan begitu berfaedah sesuai kebutuhan  masing-masing negara dan zaman.

Ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad;

أنتم أعلم بأمور دنياكم

Artinya; kamu lebih tahu urusan bumi kamu.

Dengan demikian terlihat jelas hukum sepertinya tidak bisa dipandang sebagai produk legislasi nan praktis dan siap pakai dalam mengendalikan pelbagai persoalan masyarakat luas. Syariat dalam keterangan di atas tak lebih dari butir-butir nilai ethical dan kepercayaan nan bisa mengilhami bagi lahirnya produk legislatif dalam konteks historis tertentu.

Cendikiawan Muslim, Nurcholish Madjid pun menyebutkan bahwa  tutur”syariah” itu sendiri, nyatanya berfaedah ”jalan”. Tutur ini lebih luas maknanya daripada hanya seperangkat patokan yang, andaikan, memotong tangan si pencuri.  Mencambuk orang berzina, merajam para pelaku serong.

Ketika tutur ”syariah” direduksikan menjadi hanya sebatas  hukum/ pasal-pasal/undang-undang nan dihafal dari kaji lama, ”jalan”  (syariah) itu tak hal itu dianggap sebagai jalan lagi.  Hal ini bakal membuat  umat Islam menjadi mandek ketika di jalan. Dan sempit dalam berpikir.

“Sejatinya, nilai nilai kemanusiaan menjadi dasar nasional dalam pembangunan dan penerapan norma Islam” begitu tutur Quraish Syihab dalam kitab Rasionalitas Alquran.  Logika norma Islam itu telah jelas dikatakan dalam Alquran.  Jiwa logis itu terlihat jelas dalam pelbagai norma nan dicetuskan Rasul ketika periode Madinah.

Demikianlah isi Khutbah Jumat pada kali ini. sebagai kesimpulannya adalah;

  1. Syariah Islam itu maknanya sangat luas. Ayat Alquran nan membicarakan tentang hukum adalah surah nan diturunkan pada periode Makkah. Artinya pada masa Rasul belum cukup banyak berbincang tentang hukum. Periode Mekkah , Nabi Muhammad konsentrasi kepada iktikad dan tauhid.
  2. Sejatinya norma Islam itu adalah luas. Dan dasar dari hukum itu adalah nilai-nilai kemanusiaan nan common. Maka sangat disayangkan ketika atas nama hukum dan norma Islam, ada masayarakat nan jatuh dalam kebencian dan cacian. Hukum Islam itu maha luas.

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى. فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: (وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْر(ِ. إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.

اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، وَتَابِعْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ بِالْخَيْرَاتِ رَبَّنَا اغْفِرْ وََارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ وَاشْكُرُوْا عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ أَكْبَرُ.

(Baca:Khutbah Jumat; Bahaya Suuzon di Tahun Politik)




Sumber:
Source link

Artikel Referensi