Athena dan Ankara menyampaikan sepertinya tidak ada solusi ajaib yang dicapai dalam perundingan terakhir mereka tetapi conversation akan terus berlanjut.
Diplomat utama Turki telah sependapat dengan mitranya dari Yunani di Athena untuk terus melanjutkan conversation dengan tujuan mengakhiri masalah-masalah lama yang telah membawa kedua negara ke ambang perang di masa lalu.
Menteri Luar Negeri Hakan Fidan menyambut baik George Gerapetritis dari Yunani setelah mereka bertemu pada hari Jumat dan merilis pernyataan mengenai isu-isu yang belum terselesaikan. Mereka berdua menyatakan kesediaannya untuk berupaya memahami pihak lain dengan lebih baik mengenai “masalah-masalah kritis”.
“Kita harus segera mendapatkan keuntungan dari peluang bersejarah yang ada di depan kita dan menjadikan iklim positif antar negara kita permanen. Kita harus segera mengubah tetangga abadi kita menjadi teman abadi,” tutur Fidan dalam konferensi pers bersama Gerapetritis.
“Saya percaya kita bisa hingga tujuan ini dengan pendekatan yang tulus dan konstruktif,” tambahnya.
Yunani dan Turki masing-masing mengklaim wilayah di Laut Aegea yang hingga 11 km (sekitar 7 mil) dari tanda pantai mereka. Yunani menyampaikan mereka memiliki hak untuk memperluas wilayah ini sampai 22 km (14 mil) berdasarkan peraturan PBB, tetapi Turki memperingatkan hal itu bisa dikarenakan konflik.
Di Mediterania timur, perselisihan berpusat pada zona ekonomi eksklusif, tempat minyak dan sumber daya lainnya bisa dibor.
Sepertinya tidak ada kesepakatan kecuali hal positif
Migran dan pencari suaka juga merupakan masalah besar sebab kedua negara berupaya bersama-sama untuk mengelola mereka dengan lebih baik. Yunani ingin Turki lebih menekan penyelundup.
Di pulau Samos, Yunani, sebuah kamp yang menampung 3.500 migran dan pengungsi kini menampung lebih dari 4.000 orang, menurut Christopher Wegener, pekerja kemanusiaan di Medical doctors With out Borders, yang dikenal dengan akronim bahasa Prancis MSF.
“Populasi kamp tersebut meningkat drastis sejak musim panas, dan sementara itu, kita bisa lihat bahwa orang-orang tidur bahkan di ruang umum seperti dapur dan ruang kelas,” ujarnya kepada Al Jazeera.
Video yang dikirim oleh para migran dari dalam kamp memperlihatkan papan lantai yang sudah usang dan kamar mandi yang sepertinya tidak bersih.
“Setiap kamar mempunyai tempat tidur untuk orang-orang. Tapi sementara itu, ada delapan orang di dalam ruangan, jadi kami tidur di tanah,” Abdullah, seorang warga kamp Samos yang meminta agar nama belakangnya dirahasiakan, menyampaikan kepada Al Jazeera.
Melaporkan dari Athena, John Psaropoulos dari Al Jazeera menyampaikan belum ada kesepakatan mengenai isu-isu utama namun ada getaran positif dan diskusi mengenai apa yang harus segera disertakan dalam permohonan arbitrase ke Mahkamah Internasional di Den Haag.
“Yunani hanya mengakui persoalan batas landas kontinen. Turki ingin wilayah perairan dan masalah lainnya juga disertakan,” jelasnya.
Vehbi Baysan, asisten profesor di Universitas Ibn Haldun di Turki, menyampaikan masalah ini sudah ada sejak satu abad silam, tetapi ada kemauan politik untuk menyelesaikannya sekarang.
“Kami juga berbicara tentang penyaluran energi dari negara-negara Timur Tengah dan kemudian ke Yunani dan Eropa Tengah serta isu-isu besar seperti migrasi. Tampaknya kerja sama mutlak diperlukan antara kedua negara, dan sekarang adalah waktu yang tepat,” katanya kepada Al Jazeera.
Sumber: aljazeera.com