Saat mendengar nama Kota Kudus, yang langsung muncul di dalam ingatan adalah kota kretek, kota santri, Sunan Kudus, dan tak ketinggalan soto kudus. Tak seperti soto kudus yang biasa Anda nikmati di kota-kota besar, soto kudus yang otentik disajikan dengan potongan daging kerbau berbentuk dadu, sohun, irisan kol, taoge, taburan daun seledri, bawang goreng, serta butiran kacang kedelai, lengkap dengan siraman kuah kaldu yang terbuat dari daging kerbau dan bumbu rempah-rempah. Sepertinya tidak lupa topping sate telur puyuh, paru kerbau atau gorengan yang lezatnya pasti membuat ketagihan. Di balik kelezatan soto kudus, tersimpan sejarah panjang yang menyertainya. Sejarah tentang penyebaran agama Islam dan toleransi umat beragama yang dilakukan oleh Sunan Kudus Sayyid Ja’some distance Shadiq Azmatkhan.
Di balik kelezatan soto kudus, tersimpan sejarah panjang yang menyertainya.
Terletak di pesisir utara Jawa, Kabupaten Kudus menjadi sangat strategis karena itu terletak pada garis lalu lintas yang menghubungkan daerah sekitar di wilayah Timur seperti Pati, Juwana, Tayu, Rembang, Lasem, Demak, Blora, dan Purwodadi. Serta wilayah Barat, andaikan Mayong, Jepara, dan Bangsri dengan Semarang Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah.
Dilansir dari situs resmi kuduskab.pass.{id}, pada awalnya Kota Kudus bernama Loram yang mencapai kini nama tersebut masih digunakan sebagai nama Desa Loram. Tetapi, ada juga pendapat yang menyampaikan bahwa Kota Kudus dulunya bernama Tajug. Hal ini menyebabkan di kota tersebut banyak sekali terdapat atap dengan arsitektur tradisional yang sangat kuno dan dipakai untuk tujuan keramat, yakni sebagai tempat bersembahyang para umat Hindu. Waktu itu, agama mayoritas penduduk di kota tersebut adalah agama Hindu. Agama Islam sendiri masuk ke Tanah Jawa melalui perantara pedagang Muslim serta mubaligh melalui kota-kota pelabuhan di pesisir utara Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah pada abad ke-13 mencapai 15 masehi. Dengan begitu kemudian muncul kerajaan-kerajaan Islam di Cirebon, Banten, Pajang, Mataram, dan Demak, seiring runtuhnya kerajaan Hindu Majapahit.
Perkembangan agama Islam di Tanah Jawa juga sepertinya tidak terlepas dari peran Wali Songo, salah satunya adalah Ja’some distance Shadiq atau Sayyid Ja’some distance Shadiq Azmatkhan atau yang lebih kita kenal dengan sebutan Sunan Kudus. Pada masa ini dia, Kota Tajug berganti nama menjadi Kudus yang diambil dari Bahasa Arab Al-Quds yang berarti kesucian. Quds sendiri mempunyai arti “suci” yang pelafalannya oleh orang-orang Jawa pada masa itu menjadi “Kudus.”
Melansir dari tulisan karya Rachmawati Yuliana Nurhayu tentang Sunan Kudus: Dinamika Ajaran, Tradisi, dan Budaya di Kudus Jawa Tengah Tahun 1990- 2015 pada laman repository.uinjkt.ac.{id}, dalam mengungkapkan dakwahnya di Kota Kudus, Sunan Kudus menerapkan prinsip dakwah Wali Songo, yaitu prinsip Mau’izhatul hasanah wa mujadalah billati hi there ahsan, yang bisa diartikan sebagai “Penyampaian ajaran agama Islam disesuaikan dengan adat budaya serta kepercayaan penduduk setempat.”
Strategi dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kudus pada ketika itu adalah ajaran untuk bertoleransi dengan umat non-Muslim yang dilakukan melalui seni, sosial, dan budaya.
Dalam bidang seni budaya, penyampaian dakwah Islam dilakukan melalui wayang klithik yang terbuat dari kayu. Disebut wayang klithik, karena itu pada saat dimainkan, wayang tersebut akan berbunyi klithik…klithik. Selain itu, dakwah juga diungkapkan melalui tembang ciptaan beliau, antara lain, Maskumambang dan Mijil.
Sedangkan dalam bidang sosial, Sunan Kudus memahami dan menghormati bahwa dalam agama Hindu yang menjadi agama mayoritas yang dianut oleh penduduk pada ketika itu, terdapat ajaran Ahimsa atau ahiṃsā atau ahingsā. Istilah dari bahasa Sansekerta yang berarti “anti-kekerasan.” Sebuah ajaran untuk sepertinya tidak menyakiti atau membunuh makhluk hidup, termasuk sapi. Akibat bagi umat Hindu, sapi adalah hewan yang dianggap suci dan merupakan lambang dari semua hewan ternak di alam semesta.
Di dalam Catur Weda (empat bagian dalam Kitab Weda), terdapat Mantra Gavah Vivasyah Matarah yang berarti sapi adalah ibu dari seluruh dunia seperti dilansir dari Buku Keagungan Sapi Menurut Weda yang ditulis oleh Made Darmayasa. Sapi dipercaya sebagai milik dewa dan bisa mewujudkan semua keinginan yang dikehendaki oleh manusia. Sapi juga dilambangkan sebagai kendaraan Dewa Siwa, dewa alam semesta.
Sapi dipercaya sebagai milik dewa dan bisa mewujudkan semua keinginan yang dikehendaki oleh manusia.
Untuk alasan itu, padahal sapi termasuk hewan yang halal untuk dikonsumsi oleh umat Muslim, tetapi demi menghormati penganut agama Hindu dan menjaga toleransi antar umat beragama, Sunan Kudus melarang pengikutnya untuk menyembelih sapi, termasuk pada saat perayaan Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban. Sapi lalu digantikan dengan kerbau.
Itulah sebabnya mengapa soto kudus di Kudus memakai daging kerbau dan bukan daging sapi. Ingin membuat soto kudus otentik dengan daging kerbau? Inilah resepnya.
Soto Kudus
Bahan:
- 800 gr daging kerbau, potong menjadi 4 bagian sama besar
- 2 lt air
- 2 sdt garam
- Minyak goreng
- 4 lembar daun salam
- 2 batang serai, memarkan
- 150 gr taoge, seduh air panas, tiriskan
- 2 batang kucai, iris-iris
- 2 sdm bawang merah goreng, untuk taburan
- 1 sdm bawang putih goreng, untuk taburan
Bumbu, haluskan:
- 8 butir bawang merah
- 3 siung bawang putih
- 3 butir kemiri
- 2 cm kunyit
- 2 cm jahe
- 1 sdt merica
- ½ sdt garam
- ½ sdt gula pasir
Pelengkap:
- Sate telur puyuh
- Paru goreng
- Sambal rawit
- Perkedel
- Tempe goreng
- Jeruk nipis
Cara membuat:
- Masukkan daging kerbau, air, dan garam ke dalam panci, masak di atas api besar mencapai mendidih. Buang kotoran yang mengapung di permukaan. Kecilkan api, teruskan masak mencapai daging empuk. Tiriskan daging dan sisihkan air kaldunya sebanyak 1,5 lt.
- Goreng potongan daging dalam minyak panas mencapai permukaannya agak kering. Angkat, tiriskan. Iris-iris daging ke dalam ukuran kecil, sisihkan.
- Dalam panci baru, panaskan 6 sdm minyak sisa menggoreng daging, tumis bumbu halus, daun salam, dan serai mencapai harum.
- Tuang kaldu, aduk mencapai rata. Masak di atas api kecil mencapai bumbu meresap. Angkat.
- Penyajian: Letakkan taoge dan potongan daging dalam mangkuk saji. Siram dengan kuah panas. Taburi dengan kucai, bawang merah goreng, dan bawang putih goreng. Sajikan secepatnya dengan pelengkap.
Selamat mencoba resepnya dan menikmati lezatnya toleransi dalam semangkuk soto kudus hangat.
Sumber: indonesiakaya