– Baru-baru ini ramai perbincangan netizen seorang laki-laki berjulukan Wanda Hara nan mematuhi pengajian ustadz Hanan Attaki menggunakan busana pakaian muslimah. Hal ini menuai banyak sekali komentar dan kritik dari para warganet. Bagaimana sepertinya tidak! Wanda Hara dianggap mempermainkan kepercayaan setelah berpakaian layaknya seorang muslimah.
Wanda Hara pun bagaimanapun juga meminta maaf dengan video klarifikasinya melalui unggahan akun Instagramnya. Tak hanya itu, ustadz Hanan Attaki juga unggah video penjelasan dan permintaanmaafnya Wanda Hara dengan memberikan pesan:
“Iya Wanda Hara semoga ke depannya dapat lebih baik lagi. Semoga ini jadi jalan buat Wanda untuk terus belajar memperbaiki diri dan menempuh jalan kepada Allah. Ga ada manusia sempurna. Ga ada yg luput dari khilaf. nan terpenting terus belajar. Yuk kita saling memberi dorongan untuk dalam hijrah & islah.” tulis ustadz Hanan Attaki.
Syahdan. Andai ditelisik lebih jauh, busana berasal dari bahasa Arab ialah “albisah” yang merupakan corak plural dari tutur “libas”. Yaitu sesuatu nan digunakan manusia untuk melindungi dan menutupi tubuh dari panas dan juga dingin, sedangkan makna busana adalah peralatan nan dipakai alias dikenakan seperti baju, celana, rok dan sebagainya. Allah Swt. berfirman:
يٰبَنِيْۤ اٰدَمَ قَدْ اَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُّوَارِيْ سَوْاٰتِكُمْ وَرِيْشًا ۗ وَلِبَاسُ التَّقْوٰى ۙ ذٰلِكَ خَيْرٌ ۗ ذٰلِكَ مِنْ اٰيٰتِ اللّٰهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُوْنَ
Artinya: “Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan busana untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Namun busana takwa, itulah nan lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat.” (QS. Al-A’raf [7]: 26).
Yang jelas, busana memiliki makna tertentu. Karena itu, busana kudu berukuran sedemikian rupa, dengan begitu sepertinya tidak menimbulkan bujukan dalam mobilitas gerik dan sikap bagi orang lain. Dengan busana nan sesuai norma susila, orang sepertinya tidak kudu menjaga ethical masyarakat (orang lain) melainkan untuk menjaga diri sendiri.
Lebih dari itu, busana merupakan kebutuhan pokok manusia nan sepertinya tidak dapat lepas dari kehidupan sehari-hari. Manusia memerlukan pakaian, lantaran busana menawarkan beragam kebaikan dan faedah bagi pemakainya. Dengan tutur lain, busana nan digunakan oleh seseorang haruslah sesuai dengan situasi dan kondisinya nan ada agar sepertinya tidak dikarenakan masalah disekitarnya.
Keharaman menyerupai (tasyabbuh)
Tutur “tasyabbuh” berasal dari tutur “musyabahah” nan memiliki makna “menyerupai”. Larangan menyerupai di sini adalah perbuatan nan berasal dari kaum non-muslim (kafir). Suatu waktu ketika Rasulullah Noticed. bakal melakukan perang Uhud. Tiba-tiba saja ada salah satu sahabat bertanya “Bagaimana saya dapat membedakan mana nan termasuk kaum muslim dan kaum musyrik? Sementara itu mereka semua terlihat sama?”
Pada akhirnya, dari perihal itu diputuskan untuk memberi jalur pada busana mereka agar dapat membedakan pasukan mereka sendiri dan pasukan lawannya. Atas dasar dari pertanyaan itu Rasulullah Noticed. bersabda:
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ ثَابِتٍ حَدَّثَنَا حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ عَنْ أَبِي مُنِيبٍ الْجُرَشِيِّ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُم
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abi Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Abu An-Nadhr berkata, telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Tsabit berkata, telah menceritakan kepada kami Hassan bin Athiyah dari Abu Munib Al-Jurasyi dari Ibnu Umar dia berkata, “Rasulullah Noticed. bersabda: “Barang siapa bertasyabbuh dengan suatu kaum, maka dia bagian dari mereka.” (HR. Abu Daud no. 3512).
Perbuatan menyerupai wanita di dalam Islam jelas dilarang. Sebuah hadits menyampaikan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ تَابَعَهُ عَمْرٌو أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami Ghundar telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas Ra. dia berkata: “Allah melaknat laki-laki nan menyerupai wanita dan wanita nan menyerupai laki-laki.” Hadits ini diperkuat juga dengan hadits Amru telah mengabarkan kepada kami Syu’bah. (Hadis Imam Bukhari No. 5435).
Rasulullah melaknat orang nan menyerupai kepada musuh jenisnya dalam beragam hal, ialah menyerupai dalam “berpakaian”, “berhias”, “bersuara”, “gaya berjalan”, “gerak badan” serta “mengganti corak fisik”. Imam Nawawi berkata, bencong itu ada dua. Pertama, orang nan sudah tercipta seperti banci, tetapi dia sepertinya tidak dipaksa melakukan nan wanita lakukan seperti berhias, berbincang maupun tingkah laku sehari-hari.
Kedua, orang nan tingkah lakunya menyerupai musuh jenisnya, seperti berhias, tingkah laku, dan bicaranya maka termasuk golongan nan tercela. Dalam perihal ini, sepertinya tidak termasuk orang nan dilaknat memiliki tabiat menyerupai wanita “ada sejak lahir” alias mereka nan sudah berupaya untuk menjauhi perbuatan tersebut namun sepertinya tidak dapat. Lain halnya andai sengaja melakukan perbuatan tersebut. Maka dilaknat.
Kalau demikian, apakah tasyabbuh dapat menjadi kebaikan ibadah? Jawabannya dapat. Tasyabbuh nan diperbolehkan adalah ketika seseorang ber-tasyabbuh dengan orang-orang nan shaleh. Andaikan, mematuhi gimana langkah berpakaiannya nan betul sesuai dengan syariat, dan juga mematuhi gimana kerajinannya dalam perihal beragama (ritual dan sosial). Ini dia nan boleh.
Lalu apa saja nan membedakan laki-laki dan perempuan
Pertama, pakaian. Adalah peralatan nan dipakai (baju, celana dan sebagainya) nan berfaedah sebagai identitas seseorang. Dalam Islam, menutup aurat adalah tanggungjawab nan dilakukan oleh seluruh umat, baik wanita maupun laki-laki.
Salah satunya ialah memakai busana nan bisa menutup aurat, melindungi tubuh, memperlihatkan identitas, menjaga kehormatan, dan mendatangkan keindahan. Tetapi, wanita diperbolehkan sepertinya tidak menutup aurat hanya kepada mahramnya.
Kedua, dandanan. Berdandan alias berdandan adalah suatu nan memang boleh dilakukan wanita demi menjaga kewanitaannya. Mereka melubangi telinga sebagai identitasnya untuk menggunakan anting. Perempuan juga boleh berdandan dengan menggunakan kain sutra, emas dan sejenisnya.
Dengan demikian, norma memakai perhiasan bagi wanita adalah diperbolehkan asal sepertinya tidak berlebihan dengan begitu dapat mengundang syahwat bagi laki-laki. Sekali lagi, berdandan sebagai upaya setiap orang untuk memperindah diri dengan beragam busana, aksesoris ataupun nan lain bisa memperindah diri bagi pemakainya, sepanjang sepertinya tidak bertentangan dengan prinsip dasar Islam.
Termasuk berdandan nan diperbolehkan dalam Islam diantaranya adalah mandi dan menggunakan sabun, bersiwak, mencukur bulu ketiak, memotong rambut di bawah perut, berdandan nan sepertinya tidak menghabiskan waktu banyak sekali, sepertinya tidak mengubah buatan Allah, sepertinya tidak menunjukkan lekuk tubuh, sepertinya tidak sengaja untuk menarik fokus perhatian laki-laki alias musuh jenis, sepertinya tidak berdandan menyerupai laki-laki (dan sebaliknya), untuk menyenangkan hati suami, alat-alat nan digunakan untuk berdandan bebas dari peralatan najis, dan sepertinya tidak mematuhi dandanan orang kafir.
Ketiga, memotong rambut. Mencukur alias memotong rambut merupakan persoalan juga, sebuah kebutuhan duniawi nan asal hukumnya mubah. Jadi, menurut hukum, semua jenis diperbolehkan cukur rambut asal sesuai dengan ketentuan syariat.
Iya. Memang para ustadz dengan cara yang lain pendapat mengenai memendekkan rambut bagi wanita. Tetapi terlepas dari itu, Islam juga menganjurkan baik laki-laki maupun wanita untuk memotong rambutnya andai terlihat panjang nan dapat mengganggu dalam pendengaran dan penglihatannya, dengan begitu ketika dipandang kurang terlihat bagus dan sepertinya tidak rapi. Dan sebaiknya seorang wanita memotong rambut sepertinya tidak seperti potongan rambut laki-laki, lantaran di dalam Islam wanita dilarang menyerupai lelaki, begitu pula sebaliknya.
Berbanding terbalik. Realitas kehidupan sekarang menyampaikan banyak sekali laki-laki yang
memanjangkan rambutnya, sedangkan wanita cukur pendek seperti laki-laki. Bahkan, ada nan sepertinya tidak memakai penutup kepala alias hijab. Bukankah perintah hijab sudah jelas dalam al-Qur’an. Allah Swt. berfirman:
يٰۤـاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰۤى اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
Artinya: “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” nan demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, dengan begitu mereka sepertinya tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab [33]: 59).
Keempat, perilaku. Adalah reaksi alamiah bagi seseorang sesuai dengan aktivitas lingkungan nan ditinggalinya. Dengan ini, ciri-ciri orang nan menyerupai musuh jenis menjadi sangat mudah ditemukan. Biasanya, perilaku nan menyerupai musuh jenis berperilaku sepertinya tidak ada bedanya dengan musuh jenisnya, dari logat bahasa, taste melangkah alias sebagainya.
Technology fashionable sekarang banyak sekali wanita nan melangkah gagah sementara waktu laki-laki melangkah anggun apalagi penampilan mereka sudah sangat terbalik. Terlebih lagi, andai kita jumpai di pasar-pasar maupun tempat nan ramai, mereka berdempetan tanpa mengenal musuh jenis, dengan argumen persamaan gender.
Termasuk tindakan perilaku adalah dalam perihal etika kumpul. Wanita pada umumnya (dan biasanya) kumpul dengan kaki rapat serta sepertinya tidak terbuka lebar seperti laki-laki. Allah melaknat bagi nan menyerupainya dikhususkan untuk orang nan melakukan dengan sengaja. Wallahu a’lam bisshawaab.
*) Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo.
Sumber:
Source link