– Media sosial dihebohkan oleh foto transgender Wanda Hara, ikut pengajian tetapi justru bercadar. Dalam foto tersebut dikatakan bahwa diri Wanda Hara nampak seperti wanita bergamis hitam dan mengenakan cadar senada dalam aktivitas kajian Ustadz Hanan Attaki pada Sabtu, 20 Juli 2024.

Lihat kejadian tersebut, tentu saja tindakan Wanda Hara tersebut secara etika sepertinya tidak dibenarkan. Pun, dalam aliran kepercayaan Islam melarang keras muslim derdandan layaknya musuh jenis alias menyalahi kodratnya.

Secara takdir dan syariat, Allah SWT membedakan antara laki-laki dengan perempuan. Sesungguhnya perbedaan antara laki-laki dengan wanita sangat nyata, baik di dalam corak tubuh dan fungsinya, keadaan dan sifat-sifatnya. Bukankah hanya wanita nan merasakan haidh, hamil, melahirkan, dan menyusui? 

Bukankah wanita nan memiliki sifat kelembutan dan keibuan, dengan begitu sesuai dengan pekerjaan mulianya di dalam mengurusi anak-anaknya? Maha Benar Allah Azza wa Jalla nan berfirman:

وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَىٰ

Laki-laki tidaklah seperti perempuan. [Ali Imran [3]: 36]

Maka sebagai orang-orang nan beriman, kita wajib menerimanya dan meyakininya sebagai corak hikmah Allâh Subhanahu wa Ta’ala , keadilan-Nya dan kasih sayang-Nya.

Larangan Laki-Laki Menyerupai Wanita, Dan Sebaliknya

Untuk menjaga perbedaan antara laki-laki dan wanita, nan merupakan hikmah Allâh nan Maha Kuasa, maka kepercayaan Islam melarang dengan keras, sikap laki-laki nan menyerupai wanita, alias sebaliknya. Sebagaimana dikatakan di dalam hadits-hadits berikut ini:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ، وَالمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ»

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki nan menyerupai wanita dan wanita nan menyerupai laki-laki” [HR. Al-Bukhâri, no. 5885; Abu Dawud, no. 4097; Tirmidzi, no. 2991]

Dan telah diketahui, bahwa perbuatan nan terkena laknat Allâh alias Rasul-Nya termasuk dosa besar. Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata, “Definisi dosa besar nan terbaik adalah: dosa nan ada had (hukuman tertentu dari agama) di dunia, alias ancaman di akhirat, alias peniadaan iman, alias dapatkan laknat alias kemurkaan (Allâh) padanya.” [Taisîr Karîmirrahman, surat An-Nisa’ ayat ke-31]

Bahkan Rasulullah SAW memerintahkan agar mereka diusir dari dalam rumah kita.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ، وَالمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ، وَقَالَ: «أَخْرِجُوهُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ» قَالَ: فَأَخْرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فُلاَنًا، وَأَخْرَجَ عُمَرُ فُلاَنًا

Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki nan bergaya wanita dan wanita nan bergaya laki-laki”. Dan beliau memerintahkan, “Keluarkan mereka dari rumah-rumah kamu”. Ibnu Abbas berkata:  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meluncurkan Si Fulan, Umar telah meluncurkan Si Fulan. [HR. Al-Bukhâri, no. 5886; Abu Dawud, no. 4930; Tirmidzi, no. 2992]

Adapun hikmah perintah Nabi SAW untuk mengeluarkan mereka dari rumah-rumah adalah, agar mereka sepertinya tidak menemui para wanita alias laki-laki di dalam rumah dengan begitu bakal membawa kerusakan di dalam rumah, wallâhu a’lam.

Ibnut Tîn rahimahullah berkata, “Perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengeluarkan orang-orang nan melakukan demikian dari rumah-rumah adalah agar perbuatan menyerupai (lawan jenis) itu sepertinya tidak menyeret kepada perbuatan kemungkaran”. [Fathul Bari, Jilid 10, laman 333]

Selain itu Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menukilkan penjelasan ath-Thabari rahimahullah nan berkata:

الْمَعْنَى لَا يَجُوزُ لِلرِّجَالِ التَّشَبُّهُ بِالنِّسَاءِ فِي اللِّبَاسِ وَالزِّينَةِ الَّتِي تَخْتَصُّ بِالنِّسَاءِ وَلَا الْعَكْسُ

Maknanya adalah laki-laki sepertinya tidak boleh menyerupai wanita dalam perihal busana dan perhiasan nan unik bagi wanita. Dan sepertinya tidak boleh pula sebaliknya (wanita menyerupai laki-laki dalam perihal busana dan perhiasan nan unik bagi laki-laki). [Fathul Bâri, 10/332]

Kemudian al-Hafidz Ibnu Hajar memberikan tambahan, “Demikian juga menyerupai dalam (gaya) berbincang dan berjalan. Adapun dalam corak busana maka ini berbeda-beda dengan adanya perbedaan budaya kebiasaan pada setiap daerah. Sebab terkadang busana wanita suatu kaum sepertinya tidak dengan cara yang berbeda dengan type busana laki-laki. Akan namun (type pakaian) wanita memiliki keistimewaan tertutup. ditambah dengan hijab. 

Adapun hinaan tasyabbuh (laki-laki menyerupai wanita alias sebaliknya) dalam berbincang dan melangkah ini, unik bagi nan sengaja melakukannya. Adapun bagi orang nan sudah menjadi tabi’atnya, maka dia diperintahkan untuk memaksa dirinya agar meninggalkannya, dan terus berupaya meninggalkannya secara berangsur-angsur. 

Andai dia sepertinya tidak melakukan, apalagi dia terus tasyabbuh dengan musuh jenis, maka dia terkena hinaan (larangan). Apalagi andai tampak pada dirinya keridhaan dengan keadaannya. Dalil perihal ini nyata dari lafazh ‘orang-orang nan menyerupai.” [Fathul Bâri, 10/332]

Oleh lantaran itu busana nan unik bagi wanita, sepertinya tidak boleh dipakai oleh kaum laki-laki, seperti daster, kebaya, BH, kerudung, cadar, sandal wanita, dan semacamnya. Demikian juga busana nan unik bagi laki-laki, maka sepertinya tidak boleh dipakai oleh wanita. Seperti peci, busana laki-laki, celana panjang,  dan semacamnya. 

Adapun jenis busana nan memang biasa digunakan untuk laki-laki dan wanita, maka sepertinya tidak kenapa mereka menggunakannya. Seperti izar (semacam sarung), selimut, dan lainnya. Namun tentu langkah pemakaian alias bentuknya juga sepertinya tidak boleh menyerupai nan menjadi kekhususan bagi musuh jenis.

Dari penjelasan ini kita mengetahui tentang kesempurnaan kepercayaan Islam nan mengendalikan seluruh perkara nan membawa kebaikan di bumi alias di akhirat. Demikian semoga Allâh SWT selalu menjaga kita dari segala keburukan, membimbing kita di atas segala kebaikan, dengan karunia-Nya dan kemurahan-Nya.




Sumber:
Source link

Artikel Referensi